ORIENTASI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM ISLAM
Makalah
Disusun
guna memenuhi tugas
Mata
kuliah: Teknik Pengambilan Keputusan
Dosen
pengampu : Muhamad Mustaqim, S.Pd.I, MM
Disusun
oleh :
Fahmi
Syadid (212478)
Muhammmad
habib fauzi (212480)
Hanim
bil fadhilah (1320410007)
Iin
nur afifah (1320410008)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
TAHUN 2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
masalah
Islam merupakan agama yang bersifat universal,
artinya bersifat menyeluruh dan mengajarkan kebajikan dalam berbagai aspek
kehidupan, termasuk dalam hal pengambilan keputusan. Biasanya pengambilan
keputusan dilakukan oleh seorang pemimpin atau individu yang dipercaya oleh
masyarakat, namun demikian pengambilan keputusan dalam setiap persoalan
termasuk di dalamnya persoalan pendidikan ternyata tidaklah semudah yang kita
bayangkan, melainkan memerlukan analisis yang mendalam, karena apabila tidak
dianalisis dapat berdampak negatif bagi individu maupun masyarakat.
Dalam hal pengambilan keputusan, ada beberapa
hal yang perlu di perhatikan diantaranya: bagaimana pengambilan keputusan dalam
perspektif Islam, bagaimana proses pengambilan keputusan dalam islam, apakah
ada prinsip-prinsip yang mengatur hal tersebut dan bagaimana bentuk pengambilan
keputusan dalam islam.
B.
Rumusan masalah
1.
Bagaimana
pengambilan keputusan dalam tinjauan
islam?
2.
Bagaimana pengertian
prngambilan keputusan dan proses pengambilan keputusan dalam islam?
3.
Bagaimana
prinsip-prinsip pengambilan keputusan dalam islam?
4.
Bagaimana
bentuk pengambilan keputusan dalam islam?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengambilan Keputusan Dalam Tinjauan Islam
Pengambilan
keputusan dalam islam adalah pengambilan keputusan yang di lakukan sesuai
dengan syari’at Islam atau dengan memilih dari berbagai alternatif sesuai
dengan tuntunan Islam.[1]
Menurut Yusanto pengambilan keputusan dalam Islam dibedakan menjadi tiga bentuk
permasalahan diantaranya:
1.
Dalam masalah tasyri’
(hukum)
Dalam hal ini, keputusan diambil
hanya merujuk pada dalil-dalil syara’atau untuk perkara baru dilakukan dengan
cara ijtihad yang dilakukan oleh para mujtahid. Para mujtahid menetapkan hukum
dengan jalan ijtihad yang benar merujuk pada sumber-sumber hukum syara.
Bagaimana bila ijtihad yang dihasilkan berbeda-beda ? Imam (khalifah/kepala
negara) berhak melegislasi salah satu pendapat yang dinilai paling benar, dan
itu menjadi hukum syara bagi seluruh kaum muslimin. Hal ini sesuai dengan
kaidah syara’ “Amirul imam yarfa’ul khilaf ”yang berarti keputusan imam
menghilangkan perselisihan, dan “Amrul imam nafidzu dhahiran wa batinah “,
perintah imam wajib dilaksanakan dhahir maupun batin.
Hal ini dicontohkan dalam perjanjian
Hudaibiyah, Rasulullah SAW sama sekali tidak mendengar keberatan para sahabat.
Syariat telah mengatur, perjanjian dengan musuh sekalipun harus ditaati. Dalam
hal ini tidak berlaku musyawarah dan suara terbanyak. Ketika ditanyakan
kepadanya dalam banyak perkara (hukum), Rasulullah SAW menunggu wahyu untuk
menjawabnya, bukan dengan musyawarah. Apabila syariat telah menetapkan hukum
suatu perkara, maka rakyat dengan suara mayoritas sekalipun tidak dapat
mengubahnya.
2.
Dalam
masalah yang membutuhkan keahlian atau pemikiran yang mendalam.
Dalam hal ini pengambilan keputusan
dilakukan dengan cara mengambil pendapat yang paling benar dan tepat (ahli).
Rasulullah SAW mencontohkan dalam peristiwa perang Badar Beliau mengambil
pendapat Khabab bin Mundzir untuk memindahkan pasukan ke tempat yang lebih
mudah memperoleh air. Rasulullah SAW menerima saran tersebut karena dinilai
paling tepat karena ia dikenal sebagai orang yang sangat paham wilayah itu,
tanpa melihat pendapat mayoritas. Hal ini juga berlaku dalam banyak perkara
lain seperti teknik pembuatan jalan, rekayasa organisasi, dan kedokteran.
3. Dalam masalah yang tidak membutuhkan keahlian
atau dapat dimengerti oleh banyak pihak.
Dalam hal ini pengambilan keputusan
diambil berdasarkan suara terbanyak/musyawarah mufakat. Hal ini pernah
diterapkan Rasulullah SAW ketika akan menetapkan apakah pasukan dalam perang
Uhud tetap bertahan di dalam kota Madinah/keluar. Rasulullah SAW mengikuti
pendapat mayoritas sahabat yang menginginkan keluar. Beliau meninggalkan
pendapatnya sendiri.[2]
B. Pengertian Pengambilan Keputusan Proses Pengambilan Keputusan Dalam Islam
Pengambilan keputusan adalah tindakan
memilih atau alternative dari serangkaian alternative. Sedangkan yang dimaksud
dengan proses pengambilan keputusan adalah mengenali dan mendefinisikan sifat
dari situasi keputusan, mengindentifikasi alternative, memilih alternative
terbaik dan menempatkannya ke dalam praktek. Pengambilan keputusan bisa juga berarti proses memilih suatu alternatif
cara bertindak dengan metode yang efisien sesuai situasi. Mengambil keputusan
memerlukan satu seri tindakan.
Keputusan
dikategorikan dalam dua jenis yaitu:
1. Keputusan terprogram
Keputusan
terprogram adalah keputusan yang terstruktur atau muncul dalam frekuensi
tertentu.
2. Keputusan tidak terprogram
Keputusan tidak
terprogram adalah keputusan yang secara relative tidak terstruktur dan muncul
lebih jarang daripada suatu keputusan yang terprogram.[3]
Didalam
islam, proses pengambilan keputusan oleh seorang pemimpin harus berdasarkan
firman-firman Allah SWT dan Hadits Rasulullah SAW. Adapun Proses pengambilan
keputusan dalam islam adalah sebagai berikut:
1.
Menghimpun dan melakukan pencatatan serta
pengembangan data, jika perlu dilakukan melalui kegiatan penelitian, sesuai
dengan bidang yang akan ditetapkan keputusannya.
2.
Menghimpun firman-firman Allah SWT dan Hadits
Rasullah SAW sebagai acuan utama, sesuai dengan bidang yang akan di tetapkan
keputusannya.
3.
Melakukan analisis data dengan merujuk pada
firman-friman Allah SWT dan Hadits Rasulullah SAW, untuk memisahkan dan memilih
yang relevan dan tidak relevan untuk di rangkai menjadi kebulatan.
4.
Memantapkan keputusan yang ditetapkan, setelah
menyakini tidak bertentangan dengan kehendak Allah SWT berdasarkan
firman-firman-Nya dan Hadits Rasulullah SAW.
5.
Melaksanakan keputusan secara operasional
dalam bentuk kegiatan-kegiatan konkrit oleh pelaksana.
6.
Menghimpun data operasional sebagai data baru,
baik yang mendukung ataupun yang menolak keputusan yang telah ditetapkan. Data
tersebut dapat dipergunakan langsung untuk memperbaiki keputusan sebagai umpan
balik (feedback, apabila teryata terdapat kekeliruan.[4]
C. Prinsip-prinsip Pengambilan Keputusan dalam Islam
Dalam
Islam dapat dikatakan bahwa pengambilan keputusan adalah suatu proses pilihan
yang diambil oleh seorang pemimpin dari berbagai alternatif untuk memecahkan
permasalahan yang berdasarkan nilai-nilai Islami yaitu Al-Qur’an dan Sunnah
Rasul. Dalam pengambilan keputusan dalam islam harus berdasarkan
prinsip-prinsip supaya pengambilan keputusan tersebut dilaksanakan dengan baik
dan tidak merugikan masyarakat banyak. Adapun prinsip-prinsip tersebut antara
lain:
1.
Adil
Adil dapat diartikan tidak berat
sebelah, tidak memihak dan seimbang. Prinsip keadilan sangat penting karena
dengan keadilan keputusan yang diambil tidak merugikan orang lain.
Dalam Islam sifat adil sangat
dibutuhkan oleh seorang pemimpin karena melalui sifat adil seorang pemimpin
akan dihormati dan dimuliakan oleh Allah. Allah telah berfirman dalam Al Qur’an
surat Al Maidah:
“Hai orang yang beriman,
hendaklah kamu jadi orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah,
menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap
sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil”. Berlaku adillah karena
adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya
Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
2.
Amanah
Amanah adalah "syu'urul mar'i bi tabi'atihi fi kulli amrin yukalu ilaihi". Artinya, rasa tanggung jawab seseorang akibat dari segala sesuatu yang diserahkan kepadanya. Amanah dapat diartikan pula terpercaya.
Amanah adalah "syu'urul mar'i bi tabi'atihi fi kulli amrin yukalu ilaihi". Artinya, rasa tanggung jawab seseorang akibat dari segala sesuatu yang diserahkan kepadanya. Amanah dapat diartikan pula terpercaya.
Setiap pemimpin yang mendapat amanah
dari manusia untuk menjalankan kepemimpinan ini dibebani amanah untuk mengurus,
mengatur, memelihara dan melaksanakan kewajiban itu secara baik dan benar.
Firman Allah SWT dalam Q.S. Al-Anfaal ayat 27.
“Hai orang-orang beriman,
janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu mengkhianati
amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu sedangkan kamu mengetahui (akibatnya).”
3. Istiqomah
Dalam Islam Istiqomah berarti berpendirian teguh atas jalan yang lurus, berpegang pada akidah Islam dan melaksanakan syariat dengan teguh, tidak berubah dan berpaling walau dalam apa-apa keadaan sekalipun. Dalam pengambilan keputusan kita harus mempunyai keteguhan yang berdasarkan nili-nilai Islami artinya kita tidak mudah goyah dalam membela kebenaran yang sudah kita yakini. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Fusilat:
Dalam Islam Istiqomah berarti berpendirian teguh atas jalan yang lurus, berpegang pada akidah Islam dan melaksanakan syariat dengan teguh, tidak berubah dan berpaling walau dalam apa-apa keadaan sekalipun. Dalam pengambilan keputusan kita harus mempunyai keteguhan yang berdasarkan nili-nilai Islami artinya kita tidak mudah goyah dalam membela kebenaran yang sudah kita yakini. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Fusilat:
“Katakanlah ( Wahai Muhammad ): “Sesungguhnya
Aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepada Aku bahawa Tuhan
kamu hanyalah Tuhan yang satu; maka hendaklah kamu teguh di atas jalan yang
betul lurus (yang membawa kepada mencapai keredhaan-Nya.”
4. Kejujuran
Dalam Islam kita dituntut untuk bersikap jujur dalam setiap perbuatan, termasuk dalam pengambilan keputusan. Karena melalui kejujuran akan mendekatkan kita kepada kebaikan. Rasulullah bersabda :
Dalam Islam kita dituntut untuk bersikap jujur dalam setiap perbuatan, termasuk dalam pengambilan keputusan. Karena melalui kejujuran akan mendekatkan kita kepada kebaikan. Rasulullah bersabda :
“Dari Abdullah bin Mas’ud RA.,
dari Nabi Muhammad SAW. bahwasanya beliau bersabda. “Sesungguhnya sidiq
itu membawa pada kebaikan, dan kebaikan akan menunjukkan pada surga. Dan
seseorang beperilaku sidiq, hingga ia dikatakan sebagai seorang yang siddiq.
Sementara kedustaan akan membawa pada keburukan, dan keburukan akan
mengantarkan pada api neraka. Dan seseorang berperilaku dusta, hingga ia
dikatakan sebagai pendusta.” (HR. Bukhari).”
5. Musyawarah
Istilah musyawarah merupakan bentuk mashdar dari kata kerja Syawara - yusyawiru berarti “menampakkan dan menawarkan dan mengambil sesuatu”. Dalam pengambilan keputusan tanpa musyawah persamaan dan adil itu sulit bisa dipenuhi, karena hanya dalam musyawarah setiap orang memiliki persamaan hak untuk mendapatkan kesempatan secara adil untuk mengungkapkan pendapat dan pandangan masing-masing terhadap masalah yang sedang dirundingkan. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Ali-Imron ayat 159.
Istilah musyawarah merupakan bentuk mashdar dari kata kerja Syawara - yusyawiru berarti “menampakkan dan menawarkan dan mengambil sesuatu”. Dalam pengambilan keputusan tanpa musyawah persamaan dan adil itu sulit bisa dipenuhi, karena hanya dalam musyawarah setiap orang memiliki persamaan hak untuk mendapatkan kesempatan secara adil untuk mengungkapkan pendapat dan pandangan masing-masing terhadap masalah yang sedang dirundingkan. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Ali-Imron ayat 159.
“Maka dengan sebab rahmat dari Allah
engkau berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras
dan berhati kasar , niscaya mereka akan menjauhkan diri dari sekelilingmu.
Karena itu maafkanlah mereka dan mohon ampunan bagi mereka dan bermusyawarahlah
dengan mereka dalam urusan itu . kemudian apabila engkau telah membulatkan
tekad, maka bertawakallah kepada allah. Sesungguhnya allah menyukai orang-orang
yang bertawakkal.”
6. Tabligh
Tabligh adalah menyampaikan wahyu atau risalah
dari Allah SWT kepada orang lain. Jadi mustahil jika seorang nabi dan rasul menyembunyikan
dan merahasiakan wahyu/ risalah Allah SWT.
D.
Bentuk-bentuk
pengambilan keputusan dalam islam
Bentuk
– bentuk pengambilan keputusan dalam islam di bagi menjadi lima yaitu:
1.
Ijma’
Ijma’
memiliki arti pemufakatan, persetujuan dan penyesuaian pendapat. Dengan
demikian Ijma’ adalah persetujuan diantara para ulama’ islam di masa
sahabat-sahabat Rasulullah SAW.
2.
Qiyas
Qiyas
pada dasarnya membandingkan atau menyamakan. Pengertian Qiyas yang lebih luas
adalah menyamakan suatu hukum yang ada nashnya di dalam Al-Qur’an dan Hadits,
karena ada illat persamaannya.
Pengertian Qiyas yang lain adalah menghubungkan suatu perkara yang
didiamkan oleh syar’ dengan yang dinashkan pada hukum, karena ‘illat yang sama
antara keduanya.
3.
Taqlid
Dalam
proses pengambilan keputusan, Islam mengenal juga bentuk Taqlid. Taqlid berarti
menerima, mengambil perkataan atau pendapat orang lain yang tidak ada
hujjah(alasannya) dari Alqur’an dan Hadits. Pengertian lain mengatakan Taqlid
adalah mengikut orang yang dipercaya dalam suatu hukum, dengan tidak memeriksa
lagi benar atau salahnya, baik atau buruknya, manfaat atau mudaratnya hukum
itu.
4.
Ittiba’
Ittiba’
berarti mengikuti dan menurut segala yang diperintahkan yang dilarang dan yang
dibenarkan Rasulullah SAW. Dengan kata lain Ittiba’ adalah mengerjakan agama
dengan mengikuti segala sesuatu yang pernah diterangkan atau dicontohkan
Rasulullah SAW, baik berupa perintah atau larangan maupun yang dibenarkannya.
5.
Ijtihad
Ijtihad sebagai proses pengambilan keputusan
menggunakan seorang faqih(ahli hukum agama) dalam menyelidiki dan memeriksa
keterangan dalam Al-Qur’an dan Hadits untuk memperoleh atau menghasilkan hukum
syara’ yang diamalkan dengan jalan mengeluarkan hukum dari kedua sumber
tersebut.[5]
BAB
IV
PENUTUP
Pengambilan keputusan dalam islam adalah
pengambilan keputusan yang di lakukan sesuai dengan syari’at Islam atau dengan
memilih dari berbagai alternatif sesuai dengan tuntunan Islam. Pengambilan
keputusan dalam Islam dibedakan menjadi tiga bentuk permasalahan diantaranya: masalah
tasyri’ (hukum), masalah yang membutuhkan keahlian atau pemikiran yang
mendalam, masalah yang tidak membutuhkan keahlian atau dapat dimengerti oleh
banyak pihak.
Adapun
proses dalam pengambilan keputusan diantaranya: menghimpun dan melakukan
pencatatan serta pengembangan data, menghimpun firman-firman Allah SWT dan
Hadits Rasullah SAW sebagai acuan utama, melakukan analisis data dengan merujuk
pada firman-friman Allah SWT dan Hadits Rasulullah SAW, memantapkan keputusan
yang ditetapkan, melaksanakan keputusan secara operasional dalam bentuk
kegiatan-kegiatan konkrit, menghimpun data operasional sebagai data baru, baik
yang mendukung ataupun yang menolak keputusan yang telah ditetapkan.
Adapun
prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam pengambilan keputusan
diantaranya: adil, amanah, istiqomah, kejujuran, musyawarah,
dan tabligh. Adapun bentuk-bentuk pengambilan keputusan dalam islam
diantaranya: Ijma’,
Qiyas, Taqlid, Ittiba’dan Ijtihad.
Daftar
pustaka
Andrew J. Dubrin, The Complete Ideal’s Guides :
Leadership, Prenada, Jakarta, 2009
Nawawi, Hadari. 1993. Kepemimpinan
menurut Islam. Yogyakarta : Gajah Mada University M. Karebet Wijayakusuma
dan Muhammad Ismail Yusanto. 2013. Pengantar Manajemen Syariat. Jakarta
:Khairul Bayan.
[2]] M.
Karebet Wijayakusuma dan Muhammad Ismail Yusanto. Pengantar Manajemen Syariat.
(Jakarta :Khairul Bayan).2003. hal. 123
[3] Ricky W. Griffin, Manajemen, Erlangga, Jakarta, 2004, Hal.
258-259
[4] Salusu, Pengambilan Keputusan Strategik Untuk Organisasi Publik Dan Organisasi
Nonprofit, Grasindo, Jakarta, 1996
[5] Nawawi, Hadari. 1993, kepemimpinan menurut islam. Yogyakarta.
Hlm 64- 77