Resume Makalah
HUKUM
KONTRAK DAN PERJANJIAN
(Penyelesaian
Sengketa dan
Berakhirnya Kontrak)
Disusun
Guna Memenuhi Tugas Ulangan Tengah Semester
Mata
Kuliah: Aspek Hukum Dalam Bisnis
Dosen
Pengampu: Achmad Nur Qodin, S.HI., M.HI.

Disusun
oleh:
NORMA FIRDAUS SURYO ANGGORO
212
456
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN SYARI’AH
DAN EKONOMI ISLAM/ MBS
TAHUN 2015
A. Pola Penyelesaian Sengketa Di Bidang Kontrak
Pada dasarnya
setiap kontrak(perjanjian) yang dibuat para pihak harus dapat dilaksanakan dengan sukarela atau itikad baik, namun dalam kenyataannya kontrak yang dibuatnya seringkali dilanggar. Persoalannya kini, bagaimanakah cara penyelesaian sengketa. Penyelesaian sengketa di bidang kontrak dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu
(1) melaluipengadilan, dan
(2) di luar pengadilan.
Penyelesaian
sengketa melalui pengadilan adalah suatu pola penyelesaian sengketa yang terjadi antara para pihak yang diselesaikan oleh pengadilan. Putusannya bersifat mengikat. Sedangkan penyelesaian sengketa melalui alternatif penyelesaian sengketa (ADR) adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi,negosiasi, mediasi, konsiliasi atau
penilaian ahli (Pasal 1 ayat 10) Undang-undang No.30
Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Pilhan Penyelesaian
Sengketa).Apabila mengacu ketentuan Pasal 1 ayat (10) Undang-undang No. 30 Tahun 1999 maka cara penyelesaian sengketa melaluiADR.
Alternative Dispute Resolution (ADR) atau penyelesaian sengketa
alternatif ini terdiri dari :
1.
Negosiasi adalah suatu proses berkomunikasi satu sama
lain yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan kita ketika pihak lain
menguasai yang kita inginkan.
2.
Mediasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa
dimana para pihak yang bersengketa memanfaatkan bantuan pihak ketiga yang
independent untuk bertindak sebagai mediator (penengah) dengan menggunakan
berbagai prosedur, teknik, dan keterampilan untuk membantu para pihak dalam
menyelesaikan sengketa mereka melalui perundingan. Mediator tidak mempunyai kewenangan
untuk membuat keputusan yang mengikat, tetapi para pihaklah yang didorong untuk
membuat keputusan. Oleh karena itu bentuk penyelesaiannya adalah akta
perdamaian antara para pihak yang berselisih.
3.
Konsiliasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa
dimana para pihak yang bersengketa memanfaatkan bantuan pihak ketiga yang
independent untuk bertindak sebagai konsiliator (penengah) dengan menggunakan
berbagai prosedur, teknik, dan keterampilan untuk membantu para pihak dalam
menyelesaikan sengketa mereka melalui perundingan. Konsiliator mempunyai
kewenangan untuk membuat keputusan yang bersifat anjuran. Oleh karena itu
bentuk penyelesaiannya adalah putusan yang bersifat anjuran.
4.
Inquiry (Angket) adalah Suatu proses penyelesaian
sengketa dengan mengumpulkan fakta-fakta yang merupakan penyebab sengkta,
keadaan waktu sengketa, dan jenis sengketa yang terjadi untuk mencapai versi
tunggal atas sengketa yang terjadi. Angket ini dilakukan oleh komisi angket
yang independent yang anggotanya diangkat oleh para pihak yang bersengketa.
Keputusan bersifat rekomendasi yang tidak mengikat para pihak.
5.
Arbitrase adalah suatu proses penyelesaian
perselisihan yang merupakan bentuk tindakan hukum yang diakui oleh UU dimana
salah satu pihak atau lebih menyerahkan sengketanya dengan satu pihak lain atau
lebih kepada satu orang arbitrer atau lebih dalam bentuk majelis arbitrer ahli
yang professional yang akan bertindak sebagai hakim/peradilan swasta yang akan
menerapkan tata cara hukum negara yang berlaku atau menerapkan tata cara hukum
perdamaian yang telah disepakati bersama oleh para pihak terdahulu untuk sampai
pada putusan yang terakhir dan mengikat
Ada pula dua bentuk alternatif penyelesaian
lainnya yang mirip dengan arbitrase, yaitu :
1.
Mini-Trial. Bentuk ini dalam Bahasa Indonesia
dapat disebut pula dengan “peradilan mini” yang berguna bagi perusahaan yang
bersangkutan dalam sengketa-sengketa besar.
2.
Med-Arb. Bentuk ini merupakan kombinasi antara
bentuk mediasi dan arbitrase. Di sini seorang yang netral diberi wewenang untuk
mengadakan mediasi. Namun demikian, dia tidak mempunyai wewenang untuk memutus
setiap isu yang tidak dapat diselesaikan oleh para pihak.
BANI dan Konvensi Internasional
BANI merupakan singkatan kata dari Badan Arbitrase
Nasional Indonesia. Pada mulanya BANI didirikan atas prakarsa dari para
pengusaha (KADIN), yang bertujuan untuk memberikan penyelesaian yang adil dan
cepat dalam sengketa perdata mengenai soal perdagangan, industri dan keuangan,
baik yang bersifat nasional maupun internasional. Selain berwenang untuk
menyelesaikan sengketa-sengketa perdata, BANI juga berwenang untuk memberikan
suatu pendapat yang mengikat (binding opinion) tanpa adanya suatu sengketa,
kalau diminta oleh para pihak dalam perjanjian. Putusan BANI merupakan suatu
keputusan yang mengikat yang wajib ditaati oleh para pihak.
Mengenai hal klausula arbitrase, umumnya BANI menyarankan kepada para pihak
yang ingin menggunakan arbitrase BANI agar mencantumkan dalam perjanjian mereka
klausula standar sebagai berikut: semua sengketa yang timbul dari
perjanjian ini akan diselesaikan dalam tingkat pertama dan terakhir menurut peraturan
prosedur BANI oleh arbiter yang ditunjuk menurut peraturan tersebut.
Jika dalam klausa perjanjian yang telah dibuat
ditentukan oleh atau diselesaikan oleh arbitrase menurut peraturan BANI, maka
aturannya adalah sebagai berikut:
1.Pendaftaran ke BANI.
Dengan membuat surat permohonan yang berisi nama
lengkap, tempat tinggal kedua pihak, uraian singkat tentang duduknya perkara,
apa yang dituntut.
2. Pemeriksaan sengketa menurut ketentuan BANI.
Ketua BANI menyampaikan
salinan surat permohonan kepada si termohon, disertai perintah untuk menanggapi
permohonan tersebut dan memberikan jawaban secara tertulis dalam waktu 30 hari.
3. Penyerahan jawaban termohon
kepada pemohon dan memerintahkan kedua belah pihak menghadap di sidang
arbitrase.
4. Bila kedua belah pihak datang, majelis
mengusahakan perdamaian.
B. Berakhirnya Kontrak
Di samping memahami aspek teoritis asas-asas dan syarat sahnya suatu
perjanjian, maka yang harus diketahui adalah aspek yang dapat mengakhiri suatu
perjanjian. Pasal 1381 KUH Perdata menjelaskan beberapa alasan yang dapat
mengakhiri suatu perjanjian, yakni:
1.
Pembayaran.
2.
Penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan.
3.
Pembaharuan utang
4.
Perjumpaan utang atau kompensasi
5.
Percampuran utang
6.
Pembebasan utang
7.
Musnahnya barang yang terutang
8.
Kebatalan atau pembatalan
9.
Berlakunya suatu syarat batal, yang diatur dalam Bab I KUH Perdata
10.
Lewatnya waktu
numpang promote ya min ^^
ReplyDeletebuat kamu yang lagi bosan dan ingin mengisi waktu luang dengan menambah penghasilan yuk gabung di di situs kami www.fanspoker.com
kesempatan menang lebih besar yakin ngak nyesel deh ^^,di tunggu ya.
|| WA : +855964283802 || LINE : +855964283802 ||