Makalah Metodologi Memahami Islam
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Sejak
kedatangan Islam pada abad ke-13 M hingga saat ini fenomena pemahaman
ke-Islaman umat Islam Indonesia masih ditandai oleh keadaan umat variatif, ada sejumlah
orang yang pengetahuannya tentang keislaman cukup luas dan mendalam, namun
tidak terkoordinasi dan tidak tersusun secara sistematik. Hal ini disebabkan
karena orang tersebut ketika menerima ajaran Islam tidak sistematik dan tidak
terorganisasikan secara baik. Selanjutnya kita melihat pula ada orang yang
penguasaannya terhadap salah satu bidang keilmuan cukup mendalam, tetapi kurang
memahami disiplin ilmu keislaman lainnya, hingga saat ini pemahaman Islam yang
terjadi di masyarakat masih bercorak parsial belum utuh dan belum pula
komprehensif[1] dan
sekalipun kita menjumpai kita menjumpai adanya pemahaman Islam yang sudah utuh
dan komprehensif[2],
Namun semuanya itu belum tersosialisasikan secara merata keseluruh masyarakat
Islam. Metode-metode yang digunakan untuk memahami Islam itu suatu saat
mungkin dipandang tidak cukup lagi, sehingga diperlukan pendekatan baru yang
harus terus digali oleh para pembaharu. Diantara metodologi-metodologi hasil
galian para pembaharu adalah metodologi Tafsir dan Studi Al-Qur’an, metodologi
Ulumul Hadist, metodologi Filsafat dan Teologi (Kalam), metodologi Tasawuf dan
Mistis Islam. Metodogi inilah yang akan diulas dan dikaji secara mendalam dalam
makalah ini dengan tujuan lebih mengenal tentang Metodologi memahami Islam I.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa yang di maksud dengan Metodologi Ulumul Tafsir ?
2.
Apa yang di maksud dengan Metodologi Ulumul Hadits ?
3.
Apa yang di maksud dengan Metodologi Filsafat dan Teologi (Kalam) ?
4.
Apa yang di maksud dengan Metodologi Tasawwuf dan Mistis Islam ?
C. Tujuan
Masalah
Setiap kegiatan pastilah ada tujuan tertentu yang
ingin dicapai, demikian juga yang dilakukan penulis dalam pembuatan makalah
ini. Adapun tujuan penulisan membuat makalah ini adalah bertujuan untuk:
1.
Menjelaskan Maksud dari Metodologi Ulumul Tafsir.
2.
Menjelaskan Maksud dari Metodologi Ulumul Hadits.
3.
Menjelaskan Maksud dari Metodologi Filsafat dan Teologi (Kalam).
4.
Menjelaskan Maksud dari Metodologi Tasawuf dan Mistis Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Metodologi
Ulumul Tafsir
Dilihat
dari segi usianya, penafsiran tentang ilmu tafsir termasuk yang paling tua
dibandingkan dengan kegiatan ilmiah lainnya dalam Islam. Dengan demikian secara
singkat dapat diambil suatu pengertian bahwa yang dimaksud dengan model penelitian
tafsir adalah suatu contoh, ragam, acuan atau macam dari penyelidikan secara
seksama terhadap penafsiran Al-Qur’an yang pernah dilakukan generasi terdahulu
untuk diketahui secara pasti tentang berbagai hal yang terkecil dengannya.
Kaidah dasar penafsiran yang dimaksud dalam tulisan ini mencangkup
penfsiran Al-Quran dengan Al-quran: penafsiran Al-Quran dengan hadits Nabi;
penafsiran Al-quran pendapat sahabat; penafsiran Al-quran dengan pendapat
tabi’in[3].
Obyek
pembahasan tafsir yaitu Al-Qur’an karena Al-Qur’an merupakan sumber ajaran
Islam dan juga pemandu gerakan-gerakan umat Islam sepanjang lima belas abad
sejarah pergerakan umat ini, sekaligus penafsiran-penafsiran itu dapat
mencerminkan perkembangan serta corak pemikiran mereka.
1. Model-model
penelitian tafsir
Dalam kajian kepustakaan dapat dijumpai berbagai hasil-hasil
penelitian para pakar Al-Qur’an terhadap penafsiran yang dilakukan generasi
terdahulu berikut ini akan ada model penafsiran Al-Qur’an yang dilakukan para
ulama’ tafsir sebagai berikut:
a. Model Quraish Shihab
Model penelitian tafsir yang dikembangkan oleh H.M. Quraish
Shihab lebih banyak bersifat eksploratif, deskriptif, analitis dan
perbandingan, yaitu model penelitian yang berupaya menggali sejauh mungkin
produk tafsir yang dilakukan ulama-ulama tafsir terdahulu berdasarkan berbagai
literatur tafsir baik yang primer, yakni yang ditulis oleh ulama tafsir yang bersangkutan
maupun ulama lainnya, data-data yang dihasilkan dari berbagai literatur
tersebut kemudian dideskripsikan secara lengkap serta dianalisis dengan
menggunakan pendekatan kategorisasi dan perbandingan. Sehingga, Qurasih Shihab
telah meneliti hampir seluruh karya tafsir yang dilakukan para ulama terdahulu.
Dari penelitian tersebut telah dihasilkan beberapa kesimpulan yang berkenaan
dengan tafsir antara lain tentang:
1) Periodesasi pertumbuhan dan
perkembangan tafsir
Corak-corak
penafsiran
a) Macam-macam metode penafsiran
Al-Qur’an
b) Syarat-syarat dalam penafsiran
Al-Qur’an
c) Hubungan tafsir modernisasi
b. Model Ahmad Al-Syarbashi
Ahmad Al-Syarbashi melakukan penelitian tentang tafsir dengan
menggunakan metode deskriptif, eksploratif dan analisis sebagaimana halnya yang
dilakukan Quraish Shihab. Sedangkan sumber yang digunakan adalah bahan-bahan
bacaan atau kepustakaan yang ditulis para ulama tafsir seperti Jarir
al-Thabari, al-Zamakhsyri, Jalaluddin Al-Suyuthi, dll. Hasil penelitiannya itu
mencakup tiga bidang:
1) Mengenali sejarah penafsiran
Al-Qur’an yang dibagi kedalam tafsir pada masa sahabat nabi
2) Mengenai corak tafsir
3) Mengenai pergerakan
pembaharuan di bidang tafsir
Selanjutnya mengenai gerakan pembaharuan di bidang tafsir, Ahmad
Al-Syarbashi mendasarkan pada beberapa karya lama yang muncul awal Abad ke-20.
langkah selanjutnya ia menghimpun dan menambah penjelasan seperlunya dalam
sebuah kita tafsir yang diberi nama tafsir Al-Manar yaitu kita tafsir yang
mengandung pembaharuan dan sesuai dengan perkembangan zaman.
c. Model Syaikh Muhammad
Al-Ghazali
Banyak hasil penelitian yang ia lakukan, termasuk dalam bidang
tafsir Al-Qur’an, sebagaimana para peneliti tafsir lainnya, Muhammad Al-Ghozali
menempuh cara penelitian tafsir yang bercorak eksploratif deskriptif dan
analisis dengan berdasar pada rujukan kita-kitab tafsir yang ditulis ulama
terdahulu.
Tentang macam-macam metode memahami Al-Qur’an, Al-Ghozali
membaginya kedalam metode klasik dan metode modern dalam memahami Al-Qur’an
berbagai macam metode atau kajian yang dikemukakan Muhammad dan Al-Ghozali
tersebut oleh ulama lainnya disebut sebagai pendekatan, dan bukan metode,
karena sebagai sebuah disiplin ilmu biasanya memiliki metode. Dalam hubungan
ini Muhammad Al-Ghozali kelihatannya ingin mengatakan bahwa metode yang
terdapat dalam berbagai disiplin ilmu tersebut ingin digunakan dalam memahami
Al-Qur’an.
Selanjutnya Muhammad Al-Ghozali mengemukakan adanya metode
modern dalam memahami Al-Qur’an metode modern ini timbul sebagai akibat dari
adanya kelemahan pada berbagai metode yang telah disebutkan dan digunakan.
Muhammad Al-Ghozali mengemukakan ada juga tafsir yang bercorak dialogis,
seperti yang pernah dilakukan oleh Al-Razi dalam tafsirnya Al-Tafsir Al-Kabir.
Tafsir ini banyak menyajikan tema-tema menarik, namun sebagian dari tema tafsir
terebut sudah keluar dari batasan tafsir itu sendiri
B. Metodologi
Ulumul Hadits
Secara
etimologis, hadits ialah al-jadid (yang baru) atau al-khabar (berita) Al-qorib
(dekat). Secara terminologis, hadits berarti segala sesuatu yang diberitakan
oleh Nabi Muhammad SAW. baik berupa sabda, perbuatan, taqrir, sifat-sifat
dan hal-ihwal Nabi[4]. Secara
bahasa, Hadis berarti khabar yaitu sesuatu yang diperbincangkan, dibicarakan,
atau dialihkan dari seseorang kepada orang lain. Secara istilah, Jumhur Ulama’
umumnya berpendapat bahwa Hadis, khabar, dan atsar mempunyai pengertian yang
sama, yaitu segala sesuatu yang dinukilkan dari Rasulullah saw., sahabat atau
tabi’in baik dalam bentuk ucapan, perbuatan maupun ketetapan, baik semuanya itu
dilakukan sewaktu-waktu saja maupun lebih sering dan banyak diikuti oleh para
sahabat[5].
Peneliti-peneliti awal di bidang Hadis diantaranya adalah Imam Bukhori dan
Muslim.
1. Beberapa
model penelitian Ilmu Hadits
a. Model
H. M. Quraish Shihab
Meneliti
dua sisi dai keberadaan Hadis, yaitu mengenai hubungan Hadis dan Al Qur’an
serta fungsi dan posisi Sunnah dalam tafsir. Bahan-bahan penelitian yang
digunakan adalah bahan kepustakaan atau bahan bacaan. Sedangkan sifat
penelitiannya adalah deskriptif analitis, dan bukan uji hipotesis[6].
b. Model
Musthafa Al Siba’iy
Penelitiannya
bercorak eksploratif dengan menggunakan pendekatan historis dan disajikan
secara deskriptif analitis. Yakni dalam sistem penyajiannya menggunakan
pendekatan kronologi urutan waktu dalam sejarah[7].
c. Model
Muhammad al Ghazali
Penelitiannya
termasuk penelitian eksploratif. Corak penelitiannya bersifat deskriptif
analitis[8].
d. Model
Zain Al Din ‘Abd Al Rahim bin Al Husain Al Iraqiy
Penelitiannya
bersifat penelitian awal, yaitu penelitian yang ditujukan untuk menemukan
bahan-bahan untuk digunakan membangun suatu ilmu[9].
2. Pembagian
ilmu Hadits
a. Ilmu
Hadis Riwayah
Ilmu
Hadis Riwayah adalah suatu ilmu pengetahuan untuk mengetahui cara-cara
penukilan, pemeliharaan, dan pendewanan apa-apa yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad saw. Baik berupa oerkataan, perbuatan, ikrar, maupun lain sebagainya.
Obyek ilmu Hadis Riwayah, ialah bagaimana cara menerima, menyampaikan kepada
orang lain, dan memindahkan atau mendewankan dalam suatu Dewan Hadis.
b. Ilmu
Hadis Dirayah (Ilmu Mushthalahul Hadis)
Ilmu
Hadis Dirayah adalah Undang-Undang (kaidah-kaidah) untuk mengetahui hal ihwal
sanad, matan, cara-cara menerima dan menyampaikan Al Hadis, sifat-sifat Rawi,
dan lain sebagainya. Obyek ilmu Hadis Dirayah, ialah meneliti kelakuan para
Rawi dan keadaan Marwinya (sanad dan matannya)[10].
Cabang-cabang
Ilmu Mushthalahul Hadis adalah sebagai berikut[11]:
cabang-cabang yang
berpangkal pada sanad, antara lain:
1) Ilmu Rijali’l Hadis
2) Ilmu Thabaqati’r Ruwah
3) Ilmu Tarikh Rijali’l Hadis
4) Ilmu Jarh wa Ta’dil
cabang-cabang yang
berpangkal pada matan adalah sebagai berikut;
1) Ilmu Gharibi’l Hadis
2) Ilmu Asbabi Wurudi’l Hadis
3) Ilmu Tawarikhi’l Mutun
4) Ilmu Nasikh wa Mansukh
5) Ilmu Talfiqi’l Hadis
cabang-cabang yang
berdasarkan pada sanad dan matan, ialah:
1) Ilmu ‘Ilali’l Hadis
3. Penelitian
Sanad dan Matan Hadits
Faktor
yang paling utama perlunya dilakukan penelitian terhadap sanad dan matan Hadis,
ada dua hal. Pertama, karena beredarnya Hadis palsu (Hadis Maudhu’) pada
kalangan masyarakat. Kedua, hadis-hadis tidak ditulis secara resmi pada masa
Rasul saw. (berbeda dengan Al Qur’an), sehingga penulisan dilakukan hanya
bersifat individual (tersebar di tangan pribadi para sahabat) dan tidak
menyeluruh[12].
Takhrij Al Hadis, merupakan solusi yang perlu terus dikembangkan mengingat
dewasa ini banyak bermunculan buku-buku atau kitab-kitab dalam masalah ibadah,
akidah, dan akhlak yang menggunakan dalil-dalil Hadis, dengan tidak menyertakan
sumber rujukan dan keterangan tentang kualitas hadis-hadis tersebut[13].
4. Pembagian
Hadits
a.
Dari segi jumlah perawinya.
1)
Hadis Mutawattir
2)
Hadis Ahad
b.
Dari segi kualitas sanad dan matan Hadis
1)
Hadis Shahih
2)
Hadis Hasan
3)
Hadis Dhaif
c.
Dari segi kedudukan dalam hujjah
1)
Hadis Maqbul
2)
Hadis Mardud
d.
Dari segi perkembangan sanadnya
1)
Hadis Muttashil
2)
Hadis Munqathi’
C. Metodologi
Filsafat dan Ilmu Teologi (Kalam)
Filsafat
Islam merupakan salah satu bidang studi Islam yang keberadaannya telah
menimbulkan pro dan kotra, sebagai mereka yang berpikiran maju dan bersifat
liberal cenderung mau menerima pemikiran filsafat Islam dewasa ini kajian dan
penelitian filsafat yang dilakukan para ahli, kiranya dapat diraih kembali
kejayaan Islam di bidang ilmu pengetahuan. Filsafat Islam berdasar
pada ajaran Islam yang bersumberkan Al-Qur’an dan hadist, pembahasannya
mencakup bidang kosmalogi, bidang metafisika, masalah kehidupan di dunia,
kehidupan di akhirat, ilmu pengetahuan, dan lain sebagainya, kecuali masalah
zat Tuhan. Filsafat Islam hadir sejalan dengan perkembangan ajaran Islam itu
sendiri, pemikiran filsafat Islam dikembangkan oleh orang-orang Islam.
Kedudukan filsafat Islam sejajar dengan bidang studi keislaman lainnya. Untuk
dapat mengembangkan pemikiran filsafat Islam diperlukan metode dan pendekatan
secara seksama.
Berbagai metode penelitian filsafat Islam dilakukan oleh para
ahli dengan tujuan untuk dijadikan bahan perbandingan bagi pengembangan
filsafat Islam selanjutnya. Diantara adalah sebagai berikut:
1. H. Amin Abdullah: metode
deskriptif, pendekatan studi tokoh dengan cara melakukan studi komparatif.
2. Sheila Mc Donough: penelitian
kategori kualitatif, corak penelitian deskriptif analitis, pendekatan tokoh dan
komparatif studi.
3. Otto Horrossowitz: penelitian
kategori kualitatif, metode deskriptif analitis, pendekatan historis dan tokoh.
4. Masjid Fakhry: pendekatan
campuran yakni pendekatan historis, kawasan, dan substansi
5. Harusn Nasution: pendekatan
tokoh dan pendekatan historis, penelitian deskriptif, penelitian kategori
kualitatif
6. Ahmad Fuad Al-Ahwani: metode
kepustakaan, corak penelitian deskriptif kualitatif, pendekatan campuran yakni
pendekatan historis, kawasan, dan tokoh
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pada umumnya
penelitian yang dilakukan para ahli bersifat penelitian kepustakaan, yakni
penelitian yang menggunakan bahan-bahan gerakan sebagai sumber rujukannya.
Metode yang digunakan umumnya bersifat deskriptif analitis. Sedangkan
pendekatan yang digunakan umumnya pendekatan historis, kawasan, substansial[14].
Berbagai kajian di bidang keagamaan yang dilihat dari segi demikian filosofis
nya, maka akan dapat ditangkap dan dihayati makan substansial, hakikat, ini,
dan pesan spiritual dari setiap ajaran keagamaan tersebut. Teologi adalah ilmu
yang pada intinya berhubungan dengan masalah ketuhanan. Dengan ilmu ini
diharapkan seseorang menjadi yakin dalam hatinya secara mendalam dan
mengikatkan dirinya hanya pada alam sebagai Tuhan. Pemikiran teologis memiliki
loyalitas terhadap kelompok sendiri, komitmen dan dedikasi yang tinggi serta
menggunakan bahasa yang bersifat subyektif, yakni bahasa sebagai pelaku, bukan
sebagai pengamat[15].
Secara umum penelitian ilmu kalam ada dua bagian yakni penelitian yang bersifat
dasar (penelitian pemula) dan penelitian yang bersifat lanjutan atau
pengembangan dari penelitian.
1) Penelitian pemula
a. Abu Mansur Muhammad:
mengemukakan riwayat hidup secara singkat dari Al-Maturidy, juga berbagai
masalah yang detail dan rumit di bidang ilmu kalam.
b. Al-Imam Abi Al-Hasan: membahas
masalah-masalah yang rumit dan mendetail tentang teologi
c. Abd Al-Jabbar Bin Ahmad:
membahas secara detail lima ajaran pokok Mu’tazilah dan juga berbagai masalah
teologi.
d. Thahawiyah: membahas teologi
di kalangan ulama salaf, yaitu ulama yang belum dipengaruhi pemikiran Yunani
dan pemikiran lainnya yang berasal dari luar Islam, atau bukan dari Al-Qur’an
dan Al-Sunnah.
e. Al-Imam Al-Haramain
Al-Juwainy: membahas tentang penciptaan alam, kitab Tahid, Akidah, kesucian
Allah SWT, Ta’wil, sifat-sifat bagi Allah, Illat atau sebab
f. Al-Ghozali: membahas tentang
ilmu zat Allah dan kenabian Muhammad SAW.
g. Al-Amidy: membahas sifat-sifat
bagi allah, tentang barunya lam, tidak adanya sifat tasalsul dan tentang
Imamah.
h. Al-Syahrastani: berbicara
tentang Islam, Iman, dan Ihsan, juga berbagai alasan dalam teologi Islam
lengkap dengan tokoh-tokohnya
i. Al-Bazdani: mengemukakan
tentang perbedaan pendapat para ulama’ mengenai ilmu Kalam.
Dapat disimpulkan bahwa penelitian pemula bersifat eksploratif
yakni menggali sejauh mungkin ajaran teologi Islam yang diambil dari Al-Qur’an
dan hadsit serta berbagai pendapat yang dijumpai dari para pemikir di bidang
teologi Islam. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan doktriner atau substansi
ajaran, karena yang dicari adalah rumusan ajaran dari berbagai golongan atau
aliran yang ada dalam ilmu kalam.
2) Penelitian lanjutan
a) Abu Zahrah: mengangkat masalah
obyek-obyek yang dijadikan pangkal pertentangan oleh berbagai aliran dalam bidang
politik yang berdampak pada masalah teologi.
b) Ali Mushthofa Al-Ghurabi:
memusatkan penelitiannya pada masalah berbagai aliran yang tedapat dalam Islam
serta pertumbuhan ilmu kalam di kalangan masyarakat Islam.
c) Abd Al-Lathif Muhammad
Al-‘Asyr: membahas tentang pokok-pokok yang menyebabkan timbulnya perbedaan
pendapat di kalangan umat Islam.
d) Ahamd Mahmud Shubdi: berbicara
mengenai aliran Mu’tazilah dan aliran Asy’ariyah
e) Ali Sami Al-Nasyr dan Ammar
Jam’iy Al-Thaliby: mengungkap tentang pemikiran kau Salaf yang berasal dari
tokoh-tokohnya yang menonjol.
f) Harun Nasution: mengemukakan
tentang sejarah timbulnya persoalan-persoalan teologi dalam Islam, berbagai
aliran teologi Islam lengkap dengan tokoh-tokoh dan pemikirannya.
Dari berbagai penelitian lanjutan tersebut dapat diketahui bahwa
penelitiannya termasuk penelitian kepustakaan, yaitu penelitian yang
mendasarkan pada data yang terdapat dalam berbagai sumber rujukan di bidang
teologi Islam. Corak penelitiannya yaitu deskriptif, yaitu penelitian yang
tekannya pada kesungguhan dalam mendeskripsikan data selengkap mungkin.
Pendapatan yang digunakan adalah pendekatan historis, yaitu mengkaji masalah
teologi berdasarkan data sejarah yang ada dan juga melihatnya sesuai dengan
konteks waktu yang bersangkutan. Dalam analisisnya, menggunakan analisis
doktrin dan juga analisis perbandingan, yaitu dengan mengemukakan isi doktrin
ajaran dari masing-masing aliran sedemikian rupa, kemudian baru dilakukan
perbandingan
D. Metododologi Tasawuf dan
Mistis Islam
Dari segi bahasa terdapat sejumlah kata atau istilah
yang dihubung-hubungkan para ahli untuk menjelaskan kata tasawuf. Harun
Nasution, misalnya menyebutkan lima istilah yang berkenaan dengan tasawuf,
yaitu al-suffah (ahlal suffah), (orang yang pindah
dengan Nabi dari Mekkah ke Madinah), saf (barisan), sufi (suci), sophos(bahasa
Yunani: hikmat), dan suf (kain wol).
Mistisme
adalah Islam diberi nama Tasawuf dan oleh kaum orientalis barat disebut
sufisme. Kata sufisme dalam istilah orientalis barat khusus dipakai untuk
mistisme Islam tasawwuf atau sufisme mempunyai tujuan memperoleh hubungan
langsung dan disadari dengan Tuhan, sehingga disadari benar bahwa seseorang
berada di hadirat Tuhan[16].
Tasawuf
bertujuan untuk memperoleh suatu hubungan khusus langsung dari Tuhan. Hubungan
yang dimaksud mempunyai makana dengan penuh kesadaran, bahwa manusia sedang
berada di hadirat Tuhan. Kesadaran tersebut akan menuju kontak komunikasi dan
dialog antara roh Manusia dengan Tuhan. Hal ini melalui cara bahwa manusia
perlu mengasingkan diri. Dengan demikian di atas, dapat di pahami bahwa
Tasawuf/Mistisme islam adalah suatu ilmu yang mempelajari suatu cara bagaiman
seseorang dapat mudah berada kehadirat ALLAH SWT[17]. Islam
sebagai agama yang bersifat universal, menghendaki kebersihan lahirian (dimensi
eksoterik), dan keberhasilan batiniah (dimensi esoteric). Tasawuf merupakan
salah satu bidang studi Islam yang memusatkan perhatian pada memberikan aspek
rohani manusia yang selanjutnya dapat menimbulkan akhlak mulia, di dalam
tasawuf, seseorang dibina secara intensif tentang cara-cara agar seseorang
selalu merasakan kehadiran Tuhan dalam dirinya. Terdapat hubungan yang erat
antar akidah, Syari’ah dan akhlak. Berkenaan dengan ini telah bermunculan para
peneliti yang mengkonsentrasikan kajiannya pada masalah tasawuf. Keadaan ini
selanjutnya mendorong timbulnya kajian dan penelitian di bidang tasawuf.
Berbagai
bentuk dan modal penelitian tasawuf adalah sebagai berikut:
1) Sayyed Husein Nasr: modal
penelitiannya kualitatif, pendekatan tematik yang berdasarkan pada studi kritis
terhadap ajaran tasawuf yang pernah berkembang dalam sejarah.
2) Mustafa Zahri: penelitiannya
bersifat eksploratif, menekankan pada ajaran yang terdapat dalam tasawuf
berdasarkan literatur yang ditulis oleh para ulama terdahulu serta dengan
mencari sandaran ada Al-Qur’an dan Al-Hadist.
3) Kautsar Azharri Noor:
penelitian yang ditempuh adalah studi tentang tokoh dengan pahamnya yang khas.
4) Harun Nasution: pendekatan
tematik, bersifat deskriptif eksploratif.
5) A. J. Arberry: penelitian
bersifat deskriptif, pendekatan kombinasi yakni kombinasi antar pendekatan
tematik dengan pendekatan tokoh, menggunakan analisa kesejahteraan.
6) Imam Al-Ghozali: penelitian
bersifat deskriptif
Berangkat dari uraian tersebut diatas maka tampaknya terdapat
tiga modal pendekatan pemikiran tasawuf, yakni pendekatan tematik, pendekatan
tokoh, dan pendekatan kombinasi, antar keduanya[18].
Pendekatan tematik adalah penelusuran tema-tema tertentu sebagai jalan untuk
dekat pada Allah. Sedangkan pendekatan tokoh adalah mengenai tokoh-tokoh
tasawuf tertentu berikut ajaran-ajarannya. Selanjutnya pendekatan kombinasi
ialah menggunakan Al-Qur’an dan Al-Hadist sebagai standar dalam memahami
tema-tema dari ajaran tasawuf berikut mengenal tokohnya. Analisanya adalah
analisa kesejahteraan yakni memahami berbagai tema berdasarkan konteks
sejarahnya.
BAB III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Dari
beberapa keterangan di atas dapat di disimpulkan bahwa, Sejak kedatangan Islam
pada abad ke-13 M hingga saat ini fenomena pemahaman ke-Islaman umat Islam
Indonesia masih ditandai oleh keadaan umat variatif. Hingga saat ini pemahaman
Islam yang terjadi di masyarakat masih bercorak parsial belum utuh dan belum
pula komprehensif. Oleh karena itu metode memiliki peranan sangat penting dalam
kemajuan dan kemunduran pemahaman Islam. Metode-metode yang digunakan untuk
memahami Islam itu suatu saat mungkin dipandang tidak cukup lagi, sehingga
diperlukan pendekatan baru yang harus terus digali oleh para pembaharu.
Diantara metodologi-metodologi hasil galian para pembaharu adalah metodologi
Tafsir dan Studi Al-Qur’an, metodologi Ulumul Hadist, metodologi Filsafat dan
Teologi (Kalam), metodologi Tasawuf dan Mistis Islam.
Model
penelitian tafsir adalah suatu contoh, ragam, acuan atau macam dari
penyelidikan secara seksama terhadap penafsiran Al-Qur’an. Penelitian terhadap
Hadist dikaji dari segi keautentikannya, kandungan makna dan ajaran yang
terdapat didalamnya, macam-macam tingkatannya, maupun fungsinya dalam
menjelaskan kandungan Al-Qur’an.. Penelitian yang dilakukan para ahli
filsafat bersifat penelitian kepustakaan, yakni penelitian yang menggunakan
bahan-bahan gerakan sebagai sumber rujukannya. Metode yang digunakan umumnya
bersifat deskriptif analitis. Sedangkan pendekatan yang digunakan umumnya
pendekatan historis, kawasan, substansial. Secara umum penelitian ilmu kalam
ada dua bagian yakni penelitian yang bersifat dasar (penelitian pemula) dan
penelitian yang bersifat lanjutan atau pengembangan dari penelitian. Dalam
metode tasawuf, terdapat tiga modal pendekatan pemikiran, yakni pendekatan
tematik, pendekatan tokoh, dan pendekatan kombinasi antar keduanya.
Daftar Pustaka
Raza,
Nasrudin, Dienul (Bandung : Al-Ma’arif, 1977).
Nasution,
Harun, Falsafat dan Mistisme Dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang,
1973).
Nata,
Abuddin, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 1998).
Studi
Islam IAIN Sunan Ampel Surabaya, Pengantar Studi Islam, (Surabaya:
IAIN Sunan Ampel
Press, 2004).
Supiana
dkk, Ulumul Quran, (Bandung: Pustaka Islamika, 2002).
A.Mustofa,
Akhlak Tasawuf, (Bandung: CV.Pustaka Setia, 1997).
Soetari
AD, Endang, Ilmu Hadits : Kajian Riwayah dan Dirayah,
(Bandung: CV.Mimbar Pustaka,
2008).
Ranuwijaya,
Utang, Ilmu Hadis, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001).
Rahman,
Fatchur, Ikhtisar Mushthalahu’l Hadis, (Bandung: PT. Al Ma’arif).
[2] Lihat
pemahaman Islam yang dikemukakan reformer seperti Muhammad Abdul (pembaharuan
dari Mesir) Muhammad Iqbal dan Fazlur Rahman (keduanya pembaharu dari
Pakistan), Harun Nasution dan Nurcholis Majid )dari
Indonesia)
[4]Endang
Soetari AD, ILMU HADITS : Kajian Riwayah dan Dirayah,
(Bandung: CV.Mimbar Pustaka, 2008), hlm. 1.
[18] Studi
Islam IAIN Sunan Ampel Surabaya, Pengantar Studi Islam, (Surabaya:
IAIN Sunan Ampel Press, 2004).
No comments:
Post a Comment