Halaman

Tuesday, March 12, 2019

Makalah Metodologi Memahami Islam 2


BAB I
PENDAHULUAN
Dikalangan para ahli masih terdapat perdebatan disekitar permasalahan apakah studi islam (agama) dapat dimasukkan ke dalam bidang ilmu pengetahuan, mengingat sifat dan karakteristik antara ilmu pengetahuan dan agama berbeda. Pembahasan disekitar  permasalahan ini banyak dikemukakan oleh para pemikir islam belakangan ini.
Pada dataran normativitas studi islam agaknya masih banyak terbebani misi keagamaan yang bersifat memihak, romantic, dan apologis sehingga pada kadar muatan analisis, kritis, metodologis, historis, historis, empiris, terutama dalam menelaah teks-teks atau naskah-naskah keagamaan produk sejarah terdahulu kurang begitu ditonjolkan, kecuali dalam lingkungan para peneliti tertentu yang masih sangat terbatas.[1]
Perbedaan dalam melihat Islam yang demikian itu dapat menimbulkan perbedaan dalam menjelaskan Islam itu sendiri. Ketika Islam dilihat dari segi normative, maka Islam merupakan agama yang didalamnya berisi ajaran Tuhan yang berkaitan dengan urusan akidah dan muamalah. Sedangakan ketika Islam dilihat dari segi historis atau sebagaimana yang nampak dalam masyarakat, maka Islam tampil sebagai disiplin ilmu (Islamic studies).[2]
Dengan alasan tersebut, maka dalam makalah ini kami membahas bagaimanakah “Ragam Metode dalam Memahami Islam II” sebagai lanjutan dari ragam metode memahami islam I, dan bagaimana metode ajaran agama islam di Indonesia yang bertujuan untuk dapat memahami Islam.






BAB II
PEMBAHASAN

A.    RAGAM METODE DALAM MEMAHAMI ISLAM II
Mempelajari maupun memahami islam banyak sekali metode yang digunakan. Disini akan dibahas beberapa metode dalam memahami islam diantaranya:

1.      Metode Diakronis
Yaitu suatu metode untuk mempelajari Islam menurut aspek sejarah. Metode ini kemungkinan adanya study tentang berbagai penemuan dan pengembangan Ilmu pengetahuan. Lebih lanjut umat Islam  mampu menelaah kejadian sejarah dan mengetahui lahirnya tiap komponen, bagian, sitem dan supra sistem ajaran Islam.
Metode ini disebut juga metode sosiohistoris yakni suatu metode pemahaman terhadap suatu kepercayaan, sejarah atau kejadian dengan melihatnya sebagai suatu kenyataan yang mempunyai kesatuan yang mutlak dengan waktu, tempat, kebudayaan, sejarah/kejadiaan itu muncul.[3]

2.      Metode Sinkronis (Analitis)
Sutau metode mempelajari Islam yang memberikan kemampuan analitis/teoritis yang sangat berguna bagi perkembangan keimanan dan mental/intelek umat Islam. Metode ini tidak hanya mengutamakan segi aplikatif praktis, akan tetapi juga telah teoritis.
Metode ini menggunakan asumsi dasar sebagai berikut :
a.       Islam adalah agama wahyu Illahi yang berlainan dengan kebudayaan
Sebagai hasil dari cipta dan rasa manusia (Qs. Al-Najm : 3-4)
b.      Islam adalah yang sempurna dan diatas segala-galanya ( QS. Al-Maidah : 3)
c.       Wajib bagi umat Islam untuk mengajak pada amr makruf dan nahi munkar. (QS. Ali Imron : 104)
d.      Wajib bagi umat Islam untuk mengajak orang lain ke jalan Allah dengan jalan yang hikmah dan penuh kebijaksanaan. (QS. An-Nahl : 125)
e.       Wajib bagi umat Islam untuk menyampaikan risalah Islam kepada orang.
f.       Wajib bagi sebagian umat Islam untuk memperdalam ajaran Islam.[4]

3.      Metode problem solving (Hili al-Musykilat)
Metode ini mempelajari Islam yang mengajak pemeluknya untuk berlatih menghadapi berbagai masalah dari suatu cabang ilmu pengetahuan dengan solusinya, metode ini merupakan cara pengausaan ketrampilan daripada perkembangan pemikiran umat Islam mungkin hanya terbatas pada kerangka yang sudah tetap dan akhirnya bersifat mekanistis.[5]

4.      Metode Emperis (Tajribiyah)
Suatu metode mempelajari Islam yang memungkinkan Umat Islam mempelajari ajarannya melalui proses aktualisasi dan internalisasi norma – norma dan kaidah Islam dengan suatu proses aplikasi yang menimbulkan suatu interaksi sosial, kemudian secara deskriptif proses interaksi dapat dirumuskan dalam suatu sistem norma baru.
Metode problem solving dan metode empiris menggunakan asumsi dasar sebagai berikut :
a.       Norma (ketentuan ) kebajikan dan kemungkaran selalu ada dan diterangkan dalam Islam (Q.S. Ali Imran : 104)
b.      Ajaran Islam merupakan jalan untuk menuju ridla Allah SWT (Q.S. Al-Fath : 29).
c.       Ajaran Islam merupakan risalah atau pedoman hidup di dunia dan akhirat (Q.S. Al-Syura : 13).
d.      Ajaran Islam sebagai sumber ilmu pengetahuan (Q.S. Al-Baqarah :120 dan Al-Taubah :122)[6]


5.      Metode Deduktif ( Al-Manhaj Al Istinbathiyah )
Suatu metode mamahami Islam dengan cara menyusun kaidah – kaidah secara logis dan filosofis dan selanjutnya kaidah tersebut diaplikasikan untuk menentukan masalah – masalah yang dihadapi. Metode ini dipakai untuk sarana meng-istimbatkan hukum syara` dan kaidah itu benar – benar bersifat penentu dalam masalah furu’ tanpa menghiraukan sesuai tidaknya dengan madzhabnya. Metode ini dikenal dengan metode mutakallimin atau metode syafi`iyah.[7]
6.      Metode Induktif (al – Manhaj al-Istiqraiyah)
Suatu metode memahami Islam dengan cara menyusun kaidah – kaidah hukum untuk diterapkan kepada masalah – masalah furu` yang disesuaikan dengan madzhabnya terlebih dahulu.
Metode pengkajiannya dimulai dari masalah – masalah khusus , lalu dianalisis, kemudian disusun kaidah hukum dengan catatan setelah terlebih dahulu disesuaikan dengan madzhabnya.[8]

Sedangkan menurut Ali Anwar Yusuf dalam bukunya Studi Agama Islam, terdapat tiga metode dalam memahami agama Islam , yaitu:
1.      Metode Filosofis
Filsafat adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang membahas segala sesuatu dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan sedalam-dalamnya sejauh jangkauan kemampuan akal manusia, kemudian berusaha untuk sampai kepada kesimpulan-kesimpulan yang universal dengan meneliti akar permasalahannya. Memahami Islam melalui pendekatan filosofis ini, seseorang tidak akan terjebak pada pengalaman agama yang bersifat formalistik, yakni mengamalkan agama dengan tidak memiliki makna apa-apa atau kosong tanpa arti. Namun bukan pula menafikan atau menyepelekan bentuk ibadah formal, tetapi ketika dia melaksanakan ibadah formal disertai dengan penjiwaan dan penghayatan terhadap maksud dan tujuan melaksanakan ibadah tersebut.

2.       Metode Historis
Metode historis ini sangat diperlukan untuk memahami Islam, karena Islam itu sendiri turun dalam situasi yang konkret bahkan sangat berhubungan dengan kondisi sosial kemasyarakatan. Melalui metode sejarah, seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya dan hubungannya dengan terjadinya suatu peristiwa.

3.      Metode Teologi
Metode teologi dalam memahami Islam dapat diartikan sebagai upaya memahami Islam dengan menggunakan kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak dari satu keyakinan. Bentuk metode ini selanjutnya berkaitan dengan pendekatan normatif, yaitu suatu pendekatan yang memandang Islam dari segi ajarannya yang pokok dan asli dari Allah yang di dalamnya belum terdapat penalaran pemikiran manusia.[9]

B.     Metode Pemahaman Ajaran Islam di Indonesia

Masyarakat indonesia yang pluralistik dalam bidang agamanya sangat menunggu-nunggu hasil kajian-kajian keilmuan dan penelitian-penelitian dalam bidang agama serta pemikiran-pemikiran keagamaan yang bersifat positif-konstruktif untuk menopang keterlibatan bersama seluruh pengikut agama-agama di tanah air dalam membina dan memupuk Kerukunan hidup antar umat beragama.

Seiring dengan pemekaran wilayah pemahaman dan penghayatan keagaman, yang diantara lain disebabkan oleh transparanya sekat-sekat budaya sebagai akibat luapan arus informasi dalam era IPTEK, masyarakat Indonesia pada khususnya dan masyarakat dunia pada umumnya, membutuhkan masukan-masukan dari kajian-kajian keagamaan yang segar yang tidak lagi selalu bersifat “teologis-normatif”, tetapi juga menginginkan masukan-masukan dari kajian keaagamaan yang bersifat historis-kritis.

Posisi mayoritas umat Islam di Negara kesatuan Republik Indonesia, dalam hubungannya dengan persoalan pluralitas agama, memang sangat unik. Pengalaman umat Islam Indonesia secara kolektif dalam hubungannya dengan penghayatan pluralitas agama ini juga tidak dapat dihayati oleh umt Islam Turki dengan menganut paham kenegaraan sekuler. Predikat “sekuler” disini memang tidak mempunnyai konotasi dengan pluralitas agama seperti yang dihayati oleh umat Islalm Indonesia. Dengan memperhatikan kondisi obyektif masyarakat Indonesia yang begitu majemuk keberagamaannya serta politik di luar negeri, studi agama di Indonesia terasa sangat urgen dann mendesak untuk dikembangkan.

Kerukunan umat beragama yang selama ini berjalan dan dinikmati oleh masyarakat Indonesia memang sudah menjadi telaah, bahkan kekaguman, bagi para pengamat luar negeri. Kerukunan umat beragama di Indonesia telah berjalan wajar meskipun belum dilandasi dengan studi agama yang bersifat akademik-kritis. Di Indonesia kerukunan umat beragama tidak boleh dilepaskan dari peran pemerintah menciptakan situasi yang kondusif untuk kerukunan hidup beragama-bandingkan dengan program pemerintah. Departemen agama, untuk menggalang dan membina tiga kerukunan: “kerukunan umat beragama dengan pemerintah, kerukunan antar umat beragama, dan kerukunan antar intern umat beragam”.[10]

Dalam keberagamaan umat islam Indonesia ajaran-ajaran sedikit banyak telah kehilangan nilai kearabannya. Dengan demikian, menjadikan wajah islam Indonesia berbeda dengan wajah islam di dunia manapun. Selain karena faktor kelonggaran atau keterbukaan, beberapa faktor lain juga turut mendukung tersebarnya islam secara luas dikalangan masyarakat di Indonesia.[11]






BAB III
PENUTUP

            SIMPULAN
1.      Beberapa metode dalam memahami islam diantaranya:
a.       Metode Diakronis
b.      Metode Sinkronis (Analitis)
c.       Metode problem solving (Hili al-Musykilat)
d.      Metode Emperis (Tajribiyah)
e.       Metode Deduktif ( Al-Manhaj Al Istinbathiyah )
f.       Metode Induktif (al – Manhaj al-Istiqraiyah)
Sedangkan menurut Ali Anwar Yusuf dalam bukunya Studi Agama Islam, terdapat tiga metode dalam memahami agama Islam , yaitu:
a.       Metode Filosofis
b.      Metode Historis
c.       Metode Teologi
2.      Diharapkan masyarakat Indonesia pada khususnya dan masyarakat dunia pada umumnya, membutuhkan masukan-masukan dari kajian-kajian keagamaan yang segar yang tidak lagi selalu bersifat “teologis-normatif”, tetapi juga menginginkan masukan-masukan dari kajian keaagamaan yang bersifat historis-kritis.








DAFTAR PUSTAKA
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta, Raja Grafindo, 2000.
Ajid Tohir, Studi Kawasan Dunia Islam, Rajawali Pers,  Jakarta, 2009.
Ali Anwar Yusuf,  Studi Agama Islam untuk Perguruan Tinggi Umum, CV Pustaka Setia, Bandung, 2003.
Amin Abdullah, Studi Agama Normativitas Atau Historisitas, Yogyakarta, 1996.
Muhaimin MA,dkk, Kawasan Dan Wawasan Study Islam, Prenada Media, Jakarta, 2005.



[1] Amin Abdullah, studi agama normativitas atau historisitas, Yogyakarta;1996, cet.1. hal 106
[2] Abuddin Nata, metodologi studi Islam, Jakarta, Raja Grafindo, 2000, hal. 103
[3] Muhaimin MA,dkk,kawasan dan wawasan study Islam, Prenada Media, Jakarta, 2005, hal.15
[4] Ibid., hal. 15-16
[5] Ibid., hal. 16
[6] Ibid.
[7] Ibid.
[8] Ibid.
[9]Ali Anwar Yusuf,  Studi Agama Islam untuk Perguruan Tinggi Umum, CV Pustaka Setia, Bandung, 2003.

[10] Amin Abdullah, op.cit, hal. 4-8
[11] Ajid Tohir, Studi Kawasan Dunia Islam, Rajawali Pers,  Jakarta, 2009, hlm. 399.

No comments:

Post a Comment