Sistem Persediaan
Makalah
Disusun untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Manajemen Operasi
Dosen Pengampu : Tina Martini, SE, M.Si

Disusun Oleh:
Zaimatul Ummah (212447)
Riadatun
Nafis (212457)
Burhanis
Sulthon (212473)
Muhammad
Habib Fauzi (212480)
![]() |
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN SYARI’AH /
MBS
TAHUN 2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manajemen persediaan yang baik merupakan hal yang sangat penting
bagi suatu perusahaan, karena persediaan phisik perusahaan melibatkan investasi rupiah
terbesar dalam pos aktiva lancar. Bila perusahaan menanamkan terlalu banyak
dananya dalam persediaan, menyebabkan biaya penyimpanan yang berlebihan, dan
mungkin mempunyai opportunity cost
(dana yang dapat ditanamkan dalam investasi yang lebih menguntungkan). Pada
satu sisi, pengurangan biaya persediaan dengan cara menurunkan tingkat
persediaan dapat dilakukan perusahaan, tetapi pada sisi lainnya, konsumen akan
tidak puas apabila suatu produk stocknya habis.
Oleh karena itu keseimbangan antara investasi persediaan dan
tingkat pelayanan kepada konsumen harus dapat dicapai. Menurut suatu penelitian
persediaan merupakan bagian yang besar (sekitar 40 persen) dari modal yang
ditanamkan dan biaya menyimpan persediaan (termasuk diantaranya asuransi,
penyusutan, bunga, sewa) dapat mencapai 30 persen dari nilai persediaan. Karena
itu banyak perusahaan sangat peduli terhadap perencanaan dan pengendalian
persediaan untuk memperoleh penghematan yang berarti. Dalam makalah ini, pemakalah ingin menguraikan
bagaimana sistem persediaan di suatu perusahaan. Pembahasan meliputi pengertian
, jenis, fungsi, biaya serta model-model dalam sistem persediaan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian sistem persediaan ?
2.
Apa saja jenis-jenis persediaan ?
3.
Bagaimana fungsi-fungsi persediaan ?
4.
Apa saja biaya persediaan itu?
5.
Bagaimana metode pengendalian persediaan ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Sistem Persediaan
Istilah persediaan (inventory) adalah suatu istilah umum yang
menunjukkan segala sesuatu atau sumber daya-sumber daya organisasi yang
disimpan dalam antisipasimya terhadap pemenuhan permintaan. Permintaan akan
sumber daya alam mungkin internal ataupun eksternal. Ini meliputi persediaan
bahan mentah,bahan dalam proses,barang jadi atau produk akhir,bahan-bahan
pembantu atau pelengkap, dan komponen-komponen lain yang menjadi bagian
keluaran produk perusahaan. Jenis persediaan keluaran produk (product output), dimana
hampir semua orang mengidentifikasi secara cepat sebagai persediaan. Tetapi
kita seharusnya tidak membatasi pengertian persediaan hanya itu. Banyak
organisasi juga menyimpan jenis-jenis persediaan lain, seperti uang, ruangan fisik
(bangunan pabrik), peralatan, dan tenaga kerja, untuk memenuhi permintaan akan
produk dan jasa. Sumber daya-sumber daya ini sering dapat dikendalikan lebih
efektif melalui penggunaan berbagai
sistem dan model manajemen persediaan.
Sistem
persediaan adalah serangkaian kebijaksanaan dan pengendalian yang memonitor
tingkat persediaan dan menentukan tingkat persediaan yang harus dijaga, kapan
persediaan harus diisi, dan berapa besar pesanan yang harus dilakukan. Sistem
ini bertujuan menetapkan dan menjamin tersedianya sumber daya yang tepat dan
pada waktu yang tepat. Atau meminimumkannya biaya total melalui penentuan apa,
berapa dan kapan pesanan dilakukan secara optimal. Sistem dan model-model
manajemen persediaan juga digunakan untuk
mengendalikan persediaan dan membuat berbagai keputusan investasi persediaan.[1]
B.
Jenis-jenis Persediaan
Menurut
jenisnya, persediaan dapat dibedakan atas :
1.
Persediaan Barang Mentah (Raw Materials), yaitu persediaan bahan
mentah yang akan diproses dalam proses produksi. Misalnya karet lateks
merupakan bahan mentah pada perusahaan yang memproduksi ban mobil dan ban
sepeda serta daging, sayuran, dan bumbu-bumbu adalah bahan baku dari suatu
restoran. Bahan mentah dapat diperoleh dari sumber alam atau dibeli dari para
supplier atau dibuat sendiri oleh perusahaan untuk digunakan dalam proses
produksi selanjutnya.
2.
Persediaan berupa suku cadang (spare part) yang akan digunakan
dalam proses produksi. Persediaan barang ini terdiri dari komponen-komponen
yang diperoleh dari perusahaan lain, dimana secara langsung dapat dirakit
menjadi suatu produk. Misalnya blok mesin kendaraan.
3.
Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies) yaitu persediaan
barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi, tetapi tidak merupakan
bagian atau komponen barang jadi. Bahan baku penolong tersebut penting
disediakan sebab tanpa ada bahan baku penolong tersebut, proses produksi pasti
tidak bisa jalan. Contoh : air belerang pada perusahaan ban mobil.
4.
Persediaan barang setengah jadi (work in process), yaitu persediaan
barang-barang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses
produksi atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih perlu
diproses lebih lanjut menjadi barang jadi. Misalnya, pada perusahaan mebel
(furniture) potongan kayu yang telah dibuat harus disediakan untuk dirakit
menjadi kursi atau meja.
5.
Persediaan barang jadi (finished goods stock), yaitu persediaan
barang-barang yang telah selesai diproses atau diolah dan siap untuk dijual
atau dikirim kepada konsumen, termasuk
konsumen akhir.[2]
C.
Fungsi Persediaan
1. Fungsi Decoupling
Fungsi penting persediaan adalah memungkinkan operasi-operasi
perusahaan internal dan eksternal mempunyai kebebasan (independence). Persediaan
"decouples" ini memungkinkan perusahaan dapat memenuhi
permintaan langganan tanpa tergantung pada supplier. Persediaan bahan mentah
diadakan agar perusahaan tidak akan sepenuhnya tergantung pada pengadaannya
dalam hal kuantitas dan waktu pengiriman. Persediaan barang dalam proses
diadakan agar departemen-departemen dan proses-proses individual perusahaan
terjaga "kebebasan”-nya. Persediaan barang jadi diperlukan untuk memenuhi
permintaan produk yang tidak pasti dari para langganan. Persediaan yang
diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat
diperkirakan atau diramalkan disebut fluctuation stock.
2.
Fungsi Economic Lot Sizing
Melalui penyimpanan persediaan,
perusahaan dapat memproduksi dan membeli sumber daya-sumber daya dalam
kuantitas yang dapat mengurangi biaya-biaya per unit. Persediaan lot-size
ini perlu mempertimbangkan penghematan-penghematan (potongan pembelian, biaya
pengangkutan per unit lebih murah dan sebagainya) karena perusahaan melakukan
pembelian dalam kuantitas yang lebih besar, dibandingkan dengan biaya-biaya
yang timbul karena besarnya persediaan (biaya sewa gudang, investasi, risiko,
dan sebagainya).
3.
Fungsi Antisipasi
Sering perusahaan menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat
diperkirakan dan diramalkan berdasar pengalaman atau data-data masa lalu, yaitu
permintaan musiman. Dalam hal ini perusahaan dapat mengadakan persediaan
musiman (seasonal inventories) . Di samping itu, perusahaan juga sering
menghadapi ketidakpastian jangka waktu pengiriman dan permintaan akan
barang-barang selama periode pemesanan kembali, sehingga memerlukan kuantitas
persediaan ekstra yang sering disebut persediaan pengaman (safety
inventories). Pada kenyataannya, persediaan pengaman merupakan pelengkap fungsi
"decoupling" yang telah diuraikan di atas. Persediaan antisipasi ini
penting agar kelancaran proses produksi tidak terganggu.[3]
D.
Biaya Persediaan
Biaya yang
terkait dengan persediaan dikelompokkan menjadi tiga, yaitu carrying or holding costs, ordering costs, dan shortage costs. Gabungan unsur-unsur biaya persediaan itu
berhubungan secara non linear dengan jumlah persediaan, sehingga menjadi
menarikmenemukan jumlahnya persediaan yang menghasilkan biaya persediaan
terendah.
1.
Carrying costs adalah biaya untuk memiliki dan menyimpan persediaan selama
periode tertentu. Biaya ini berhubungan positif dengan jumlah persediaan dan
terkadang dengan waktu penyimpanan. Termasuk dalam kelompok ini adalah bunga
atas dana yang ditanamkan dalam persediaan, sewa gudang, penyusutan dan lain-lain.
Carrying costs dapat dinyatakan dalam
dua cara. Pertama,yang paling sering, adalah menyatakanya dalam rupiah per unit
persediaan per periode waktu. Kedua, dinyatakan sebagai persentase tertentu
dari nilai persediaan, biasanya antara 10-40 persen.
2.
Ordering costs adalah biaya yang berhubungan dengan penambahan persediaan yang dimiliki.
Biaya ini biasanya dinyatakan dalam dalam rupiah per pesanan dan tidak terkait
dengan volume pesanan. Jadi ordering
costs berhubungan positif dengan frekuensi persediaan. Termasuk kelompok
ini adalah biaya pengiriman, pesanan beli, inspeksi penerimaan dan pencatatan.
Ordering costs biasanya berhubungan terbalik dengan carrying costs. Jika volume pesanan bertambah, frekuensi pesanan
berkurang sehingga mengurangi ordering
costs. Sementar itu, bertambahnya volume pesanan menyebabkan bertambahnya
baik persediaan maupun carrying costs. Ringkasnya, jika volume pesanan
bertambah, ordering costs berkurang tapi carrying
costs bertambah.
3.
Shortage or stockout costs tercipta jika permintaan tak dapat dipenuhi karena kekosongan
persediaan. Termasuk dalam kelompok ini adalah ketidakpuasan konsumen dan
potensi keuntungan yang tak terealisasi. Sangat sulit memperkirakan shortage costs, sebagai gantinya
dilakukan perkiraan subjektif. Shortage
costs berhubungan terbalik dengan carrying
costs. Jika persediaan bertambah, carrying
costs bertambah sementara shortage
costs berkurang.[4]
E.
Metode Pengendalian Persediaan
Secara kronologis metode pengendalian persediaan yang dapat
diidentifikasikan sebagai berikut :
1.
Metode pengendalian secara statistik (Statistical Inventory
Control)
2.
Metode perencanaan kebutuhan material (MRP).
3.
Metode Persedian Just In Time (JIT)
a.
Pengendalian Persediaan secara Statistik (Statistical Inventory
Control).
Metode ini menggunakan ilmu matematika dan statistik sebagai alat
bantu utama dalam memecahkan masalah kuantitatif dalam system persediaan. Pada
dasarnya, metode ini berusaha mencari jawaban optimal dalam menentukan :
1)
Jumlah ukuran pemesanan dinamis (EOQ).
2)
Titik pemesanan kembali (Reorder Point).
3)
Jumlah cadangan pengaman (safety stock) yang diperlukan.
Metode ini sering juga disebut metode pengendalian tradisional,
karena memberi dasar lahirnya metode baru yang lebih modern, seperti MRP di
Amerika dan Kanban di Jepang.
Metode pengendalian persediaan secara statistik ini biasanya
digunakan untuk mengendalikan barang yang permintaannya bersifat bebas
(dependent) dan dikelola saling tidak bergantung. Yang dimaksud permintaan
bebas adalah permintaan yang hanya dipengaruhi mekanisme pasar sehingga bebas
dari fungsi operasi produk.
b.
Metode Perencanaan Kebutuhan Material (MRP)
Metode pengendalian tradisional akan tidak efektif bila digunakan
untuk permintaan yang bersifat tidak bebas (independent). Yang dimaksud
permintaan tidak bebas adalah permintaan yang tergantung kepada kebutuhan suatu
komponen/material dengan komponen/material lainnya. Dengan kata lain, kebutuhan
tidak bebas adalah kebutuhan yang tunduk pada fungsi operasi produksi. Metode
MRP ini bersifat oriented, yang terdiri dari sekumpulan prosedur, aturan –
aturan keputusan dan seperangkat mekanisme pencatatan yang dirancang untuk
menjabarkan Jadual Induk Produksi (JIP). Dari sejarahnya, penerapan MRP pertama
kali digunakan pada industri logam tipe Job Shop dimana tipe ini termasuk tipe
yang paling suli tdikendalikan dalam system manufaktur. Dengan demikian,
kehadiran MRP sangat berarti dalam meminimisasi investasi persediaan,
memudahkan penyusunan jadwal kebutuhan setiap komponen yang diperlukan dan
sebagai alat pengendalian produksi dan persediaan. Dalam perkembangan
selanjutnya, MRP dapat diterapkan juga pada pengendalian persediaan dalam
system manufaktur, baik untuk tipe Job Shop, tipe produksi massal (mass
production) maupun tipe lainnya.[5]
c.
Metode Persedian Just In Time (JIT)
Dalam perkembangannya,
persediaan “berlebih” dipandang sebagai pemborosan, meskipun bisa mengatasi
masalah dalam persediaan sebagai tindakan berjaga-jaga. Yang lebih baik adalah
memiliki persediaan sedikit mungkin namun kegiatan produksi tetap jalan lancar.
Hal ini dapat dicapai dengan pembekalan barang dalam jumlah yang sama tepat
dengan kebutuhan dan penyerahannya tepat saat digunakan, tidak terlambat maupun
terlalu dini. Taktik pengelolaan persediaan seperti itu dikenal dengan just in
time. Dengan just in time inventory, persediaan yang dimiliki akan ditekan
menjadi sesedikit mungkin, karena adanya persediaan dapat menutupi berbagai
masalah baik karena faktor-faktor dari dalam maupun luar perusahaan.
Masalah-masalah itu pada dasarnya merupakan konsekuensi dari manajemen yang
kurang baik dan toleransi terhadap pemborosan. Ini berarti keperluan persediaan
akan makin sedikit jika masalah yang ada telah dapat dihilangkan atau paling
tidak dikurangi. Keberhasilan just in time, dengan demikian, dapat menghapus
pemborosan atau menuju penghematan.[6]
Salah satu model yang
sangat popular didalam sistem deterministik adalah model Economic Order
Quantity (EOQ). Model EOQ ini merupakan dasar dari berbagai pengembangan metode
– metode persediaan.
1)
Metode Economic Order Quantity (EOQ)
Model EOQ ini mencari ukuran pemesanan yang ekonomis dengan
meminimalkan total biaya. Ada dua macam
biaya yang dipertimbangkan, yaitu:
a) Biaya
penyimpanan / carrying cost
Biaya penyimpanan adalah biaya yang dikeluarkan akibat perusahaan
menyimpan bahan di gudang.[7]
Biaya penyimpanan pertahun merupakan perkalian antara rata-rata persediaan
pertahun dengan biaya simpan perunit pertahun.
Jika rata-rata persediaan pertahun =
, dimana Q adalah ukuran pemesanan, dan biaya simpan perunit
pertahun adalah H, maka:

b)
Biaya pemesanan / ordering cost
Biaya pemesanan adalah biaya yang dikeluarkan tiap kali pesan.
Biaya pemesanan akan semakin kecil bila bahan yang dipesan semakin banyak
jumlahnya.[9]
Biaya pemesanan pertahun merupakan perkalian antara biaya per pemesanan (S)
dikalikan banyaknya pemesanan dalam satu tahun
dimana D adalah banyaknya kebutuhan selama satu tahun.

Total biaya pemesanan pertahun = S 

Sehingga :
Total Biaya Per Tahun (TC) = biaya pembelian per tahun + biaya
pemesanan per tahun + biaya penyimpanan per tahun
TC =



Dalam teori,
konsep EOQ (kadang-kadang disebut model fixed-order-quantity) adalah
sederhana. Model EOQ ini digunakan untuk menetukan kuantitas pesanan persediaan
yang meminimumkan biaya langsung penyimpanan persediaan dan biaya kebalikannya
(inverse cost) pemesanan persediaan. Rumusan EOQ yang biasa digunakan
adalah :

D
= penggunaan atau permintaan yang diperkirakan per periode waktu
S
= biaya pemesanan (persiapan pesanan dan penyiapan mesin) per pesanan
H
= biaya penyimpanan per unit per tahun.[11]
Metode
EOQ diatas dapat diterapkan bila anggapan-anggapan berikut ini dipenuhi :
a)
Permintaan akan produk adalah konstan, seragam dan diketahui
(deterministik)
b)
Harga per unit produk adalah konstan
c)
Biaya penyimpanan per unit per Tahun (H) adalah konstan
d)
Biaya pemesanan per pesanan (S) adalah konstan
e)
Waktu antara pesanan dilakukan dan barang-barang diterima (lead
time, L) adalah konstan
f)
Tidak terjadi kekurangan barang atau backorder[12]
Terdapat
beberapa model EOQ, diantaranya:
(1)
EOQ dengan Backorders
Sangat sering
perusahaan dapat dan akan mengalami kekurangan persediaan tanpa kehilangan
penjualan selam periode kehabisan persediaan (out of stock). Bila barang-barang
disuplai terlambat ke pesanan-pesanan di waktu lalu, back ordering terjadi.
Hal ini akan menyebabkan adanya biaya backordering persediaan. Model
Backorder identic dengan EOQ dasar tetapi ada beberapa pengecualian seperti
berikut:
(a)
Ada waktu (t1) dimana ada surplus persediaan (I)
(b)
Waktu (t2) dimana ada kekurangan persediaan (Q - 1)
(c)
Setiap siklus memerlukan waktu sama (tc)
(d)
Biaya Backordering per unit per tahun adalah konstan (B, Rp/
unit/ tahun)
(e)
Backorder dan persediaan dipenuhi secara bersamaan.
Rumus
EOQ untuk model ini :

Rumus
surplus persediaan :

Rumus
biaya persediaan tahunan total :

(2)
EOQ dengan Tingkat Produksi Terbatas (Finite Production Rate)
Model EOQ dasar
menganggap bahwa kuantitas yang dipesan diterima seluruhnya pada saat yang sama
(seketika), dalam jumlah tunggal Q. Berbagai produk yang dibeli dan diproduksi
sendiri perusahaan tidak selalu memenuhi anggapan tersebut. Jadi, persediaan
tidak dipenuhi semua seketika secara bertahap. Kuantitas pesanan tidak diterima
dalam jumlah besar, tetapi dalam kuantitas-kuantitas yang lebih kecil sejalan
dengan kemajuan produksi. Produk-produk yang dibeli atau diproduksi sendiri
mempunyai tingkat produksi (p) yang relative besar daripada ttingkat permintaan
(d). Model ini penting karena anggapan kuantitas pesanan diterima semua pada
saat yang sama sering tidak akurat.
Anggapan
–anggapan dan istilah-istilah model ini yang berbeda dari model dasar dapat
diperinci sebagai berikut:
(a)
Kuantitas pesanan tidak di penuhi semuanya pada saat yang sama
tetapi tersedia dalam kuantitas-kuantitas lebih kecil pada tingkat produksi
atau pemenuhan konstan (p)
(b)
Tingkat permintaan (d) besarnya relative terhadap tingkat produksi
(c)
Selam produksi dilakukan (tp), tingkat pemenuhan persediaan adalah
sama dengan tingkat produksi dikurangi tingkat permintaan (p-d)
(d)
Selama Q unit diproduksi, besarnya tingkat persediaan maksimum kurang
dari Q karena penggunaan selama pemenuhan .
Rumusan
EOQ, atau sering disebut juga economic production quantity (EPQ), model
ini:

Sedangkan
rumusan biaya persediaan total :

Model-Model
Potongan Kuantitas
Model-model
sebelumnya tidak memperhatikan kemungkinan bahwa potongan kuantitas (quantity
discount) atau harga per unit lebih rendah mungkin diberikan bila perusahaan
membeli dalam kuantitas-kuantitas persediaan yang lebih besar. Karena harga
bervariasi dengan jumlah yang dipesan, fungsi biaya total paling sedikit
mencakup tiga macam biaya : biaya penyimpanan, pemesanan dan pembelian. Dengan
C sama dengan harga pembelian, fungsi biaya total sekarang.

Selain dari EOQ untuk menghitung biaya
persediaan yang minimum, perlu pula dibahas tentang cadangan penyelamat (safety
stock/ vision stock/ buffer stock). Cadangan penyelamat ini untuk menjaga
berlangsungnya proses produksi. Namun perlu diingat bahwa tidak semua
perusahaan manufaktur memerlukan cadangan penyelamat.[16]
2)
Persediaan Penyelamat (Safety Stock)
Tidak semua
perusahaan memerlukan cadangan persediaan penyelamat. Bila antara penggunaan
bahan dan datangnya bahan yang dipesan selalu tepat waktunya, sehingga tidak
mungkin kehabisan bahan (out of stock), berarti perusahaan ini tidak memerlukan
cadangan penyelamat / cadangan besi buffer stock/ safety stock. Cadangan
penyelamat diperlukan dalam keadaan seperti:
a)
Waktu pemesanan bahan (lead time atau
procurement time) tidak tentu, sering berubah karena pengaruh berbagai hal/
factor.
b)
Jumlah pemakaian bahan untuk produksi selalu
berfluktuasi tidak dapat diramalkan secara tepat.
c)
Keadaan dimana waktu pemesanan tidak menentu
dan pemakaian bahan untuk proses produksi juga sangat berfluktuasi.
Adapun cara
menanggulangi kehabisan bahan :
a)
Pembelian bahan secara darurat
b)
Melakukan cadangan penyelamat[17]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Sistem persediaan adalah serangkaian kebijaksanaan dan pengendalian
yang memonitor tingkat persediaan dan menentukan tingkat persediaan yang harus
dijaga, kapan persediaan harus diisi, dan berapa besar pesanan yang harus
dilakukan.
2.
Menurut jenisnya, persediaan dapat dibedakan atas :
Persediaan Barang Mentah (Raw Materials), Persediaan berupa suku
cadang (spare part), Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies),
Persediaan barang setengah jadi (work in process), Persediaan barang jadi
(finished goods stock).
3.
Fungsi Persediaan: Fungsi Decoupling, Fungsi Economic Lot
Sizing, Fungsi Antisipasi.
4. Biaya yang terkait
dengan persediaan dikelompokkan menjadi tiga, yaitu carrying or holding costs, ordering
costs, dan shortage costs.
5.
Secara kronologis metode pengendalian persediaan yang dapat
diidentifikasikan sebagai berikut :
a.
Metode pengendalian secara statistik (Statistical Inventory
Control)
b.
Metode perencanaan kebutuhan material (MRP).
c.
Metode Persedian Just In Time (JIT)
DAFTAR PUSTAKA
Sri Mulyono, Riset Operasi,
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 2004
Suyadi Prawiro Sentono, Manajemen Operasi Analisis Dan Studi
Kasus, Bumi Aksara, Jakarta, 2000
T.Hani Handoko, Dasar-Dasar
Manajemen Produksi Dan Operasi , BPFE,
Yogyakarta, 2000
http://go-phelz.blogspot.com/2011/01/metode-penilaian-persediaan-manajemen.html (diakses pada tanggal 06 Mei 2014)
http://ocw.usu.ac.id/course/download/4160000079-manajemen-operasi/tdi_437_handout_pengendalian_persediaan (diakses pada tanggal 23 Maret 2014)
[1]
T.Hani Handoko, Dasar-Dasar Manajemen
Produksi Dan Operasi , BPFE,
Yogyakarta, 2000, hlm.333-334.
[2]
Suyadi Prawiro Sentono, Manajemen Operasi Analisis Dan Studi Kasus, Bumi
Aksara, Jakarta, 2000, hlm.68-69.
[3] T.Hani
Handoko, Op.Cit, hlm.335-336.
[4] Sri
Mulyono, Riset Operasi, Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 2004, hlm. 300-301.
[5] http://ocw.usu.ac.id/course/download/4160000079-manajemen-operasi/tdi_437_handout_pengendalian_persediaan (diakses pada tanggal 23 Maret 2014)
[6] Sri
Mulyono, Op.Cit, hlm. 307
[7]
Suyadi Prawirosentono, Op.Cit, hlm. 72
[8] http://go-phelz.blogspot.com/2011/01/metode-penilaian-persediaan-manajemen.html (diakses pada tanggal 06 Mei 2014)
[9]
Suyadi Prawirosentono, Loc.cit.
[10] http://go-phelz.blogspot.com/2011/01/metode-penilaian-persediaan-manajemen.html (diakses pada tanggal 06 Mei 2014)
[11]
T.Hani Handoko, Op.Cit, hlm. 341
[12]
T.Hani Handoko, Loc.Cit
[13] Ibid,
hlm. 333-344
[14] Ibid,
hlm.346-348
[15] Ibid,
hlm. 349-350
[16]
Suyadi Prawirosentono, Op.Cit, hlm.161
[17] Ibid,
hlm165-169
No comments:
Post a Comment