PERBEDAAN RASA AGAMA PADA USIA ANAK SAMPAI REMAJA
Mini
Riset
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Metodologi Setudi Islam
Dosen Pengampu : Lina Kushidayati, SHI,MA
Disusun
oleh:
M. Miftahul Ulum (212454)
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS
JURUSAN
SYARI’AH / MBS
2015
A. Pendahuluan
Manusia merupakan individu dengan gejala-gejala jiwa
yang terdalam sebagai suatu keyakinan yang disebut agama. Berbicara mengenai
agama tidak lepas dari pembicaraan tentang rasa agama yang memang merupakan
sesuatu yang harus kita ketahui mengingat betapa pentingnya penanaman rasa
agama pada tiap-tiap individu. Bahkan tidak hanya sekedar itu, di berbagai sisi
kehidupan rasa agama akan sangat berpengruh terhadap sikap dan tingkah laku
seseorang.
Hubungan manusia dengan sesuatu yang
dianggap kodrati ( supernatural) memang diakui kebenarannya. Hubungan ini
dipengaruhi dan mempengaruhi faktor kejiwaan. Proses dan hubungan ini menurut
para ahli dapat dikaji secara empiris dengan menggunakan pendekatan psikologi.
Misalnya saja,dalam kasus konversi agama, isi yang termuat dalam doa-doa maupun
perilaku keberagaman dapat dilihat dari motivasi yang melatarbelakanginya.
Dalam pendidikan Islam rasa agama merupakan satu
komponen dari tujuan pokok pendidikan islam yang nantinya harus ditanamkan pada
masing-masing individu secara perlahan dengan tujuan agar dapat melekat pada
diri individu tersebut. Untuk mengetahui sejauh mana tujuan dari penanaman rasa
agama berhasil atau tidaknya hanya bisa dirasakan oleh masing-masing individu
yang menerimanya. Berhasil atau tidaknya pendidikan islam dalam mencapai
tujuannya akan dapat dilihat setelah dilakukannya refleksi diri terhadap
seseorang, tujuan pendidikan agama dapat dikatakan berhasil jika rasa agama
yang ditanamkan telah mengkristal pada diri individu yang menerima dan individu
tersebut dapat menjalankan perintah-perintah agama sesuai kesadaran diri
berdasarkan hati nurani tanpa disuruh oleh orang lain, jika tidak seperti itu
maka belum bisa dikatakan berhasil.
Selanjutnya psikologi agama juga
menyangkut masalah yang berhubungan dengan kehidupan batin manusia. Agama
sebagai bentuk keyakinan, memang sulit diukur secara tepat dan rinci. Namun
melalui sikap dan perilaku yang perlihatkan, keyakinan seseorang dapat diukur.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Prof.
Dr. Zakiah Daradjat, psikologi agama meneliti dan menelaah kehidupan beragama
seseorang dan mempelajari sebarapa besar pengaruh keyakinan agama itu dalam
sikap dan tingkah laku serta keadaan hidup pada umumnya. Disamping itu,
psikologi agama juga mempelajari pertumbuhan dan perkembang jiwa agama pada
seseorang, serta factor-faktor yang mempengaruhi keyakinan tersebut.(Zakiah
Daradjat, 1970: 11).[1]
Demikian pula perbedaan rasa agama pada anak sampai remaja yang
diperlihatkan manusia dalam sikap dan tingkah laku mereka. Fase perkembangan
Religiositas pada usia anak mempunyai peran penting, baik bagi perkembangan
anak itu sendiri maupun usia selanjutnya. Penanaman nilai-nilai keagamaan yang menyangkut konsep ketuhanan, ibadah dan
nilai moral yang berlangsung semenjak dini mampu membentuk religositas anak
yang mengakar kuat dan berpengaruh sepanjang hidupnya.(Hurlock,1978: 26)[2]
Selanjutnya pada usia remaja nilai agama
yang telah terinternalisasi tersebut terbentuk menjadi conscience (kata
hati) yang akan menjadi dasr penilaian dan penyaringan terhadap nilai yang
masuk pada dirinya.(Clark, 1958:91)[3]
miniriset singkat ini tentang Perbedaan
Rasa Agama usia Anak sampai Remaja yang dialami oleh saya sendiri ( Moh
Miftahul Ulum) sebagai subjek penelitian,
B. Teori
Dalam miniriset ini membahas tentang perbedaan rasa
agama anak sampai remaja.
Rasa agama
atau Religiusitas menurut W. H. Clark adalah The inner experience of the
individual when he senses a Beyond, especially as evident by the effect of this
experience on his behavior when he actively attempts to his harmonize his life
with the beyond.(Clark, 1958: 22).[4]
Dan menurut Susilaningsih rasa agama adalah
nilai-nilai yang telah mengkristal dalam diri manusia sebagai produk dari
proses internalisasi nilai melalui proses yang dialami semenjak dini secara
kontinu, konsisten dan berkesinambungan.[5]
Ada pendapat bahwa sejak lahir anak membawa fitrah
keagamaan dan terus berkembang. Rasa agama itu baru berfungsi setelah melalui
proses bimbingan dan latihan setelah berada tahap kematangan. Tetapi aktivitas
pendidikan dilakukan sejak bayi bahkan sejak di dalam kandungan sampai akhir
hayat dan dilakukan sesuai dengan kadar kemampuan atau nalar seseorang.
Dengan demikian pendidikan agama kepada anak berbeda
dengan pendidikan terhadap orang dewasa. Didiklah anak-anakmu dengan cara
belajar sambil bermain atau bergurau pada tujuh tahun pertama usia mereka dan
pada tujuh tahun kedua didiklaah mereka dengan disiplin dan moral, kemudian pada
tujuh tahun ketiga didiklah dengan memperlakukan mereka seperti sahabat,
setelah itu baru lepaskan mereka mandiri (Muhammad Munir Mursyi, 1989: 32)[6]
Pernyataan diatas sesuai dengan karakteristik
Religiositas usia anak yang akan menjadi dasar teori saya antara lain:
1. pengetahuan dari
otoritas sekitarnya[7]
Ide
keagamaan pada anak sangat dipengaruhi oleh factor dari luar mereka terutama
peran orang tua. Nilai-nilai keagamaan yang diberikan orangtua terekam dan
melekat pada anak.
2. Unreflektif( Tidak
mendalam)
Anak
jarang melakukan perenungan terhadap konsep agama yang diterima. Pengetahuan
yang masuk dianggap sesuatu yang
menyenangkan terutama yang dikemas dalam bentuk cerita.
3. Anthropomorphic
Sifat
anak yang mengaitkan sifat Tuhan dengan sifat manusia. Hal ini karena
lingkungan anak yang pertama adalah manusia. Oleh karena itu dalam pengenalan
sifat-sifat Tuhan kepada anak sebaiknya ditekankan perbedaan sifat Tuhan dan
manusia.
4. Verbalized and
ritualistic
Perilaku
keagamaan pada anak baik yang menyangkut ibadah maupun moral mula-mula tumbuh
secara verbal(ucapan). Mereka menghafal secara verbal kalimat-kalimat keagamaan
dan sekedar meniru dan melakukan apa yang diajarkan oleh orang dewasa tanpa
keinginan untuk memahami maknanya.
5. Imitative
Sifat
dasar anak dalam kehidupan sehari-hari adalah menirukan apa yang terserap dari
lingkungannya. Sebagaimana terhadap perilaku keagamaan.
6. Wondering
Rasa
takjub pada anak berbeda dengan rasa takjub pada orang dewasa yang bersifat kritis
dan kreatif. Namun rasa takjub terhadap hal-hal yang baru. Termasuk pada
cerita-cerita keagamaan yang bersifat fantastik seperti cerita nabi dan
kemukjizatannya.[8]
Dinamika perbedaan rasa agama usia remaja ditandai
dengan berfungsinya conscience (hati nurani), berlanjut dengan proses
pengembangan dan pengayaan conscience. Sedangkan conscience
sendiri memiliki padanan kata superego, innerlight dan inner
policeman.(Hurlock, 1978:388)[9]
Kerja hati nurani sebagai pengarah sikap dan
perilaku (inner director) dibantu oleh gejala jiwa lain yang disebut guilt
(rasa bersalah) dan ashame (rasa malu).
a. Tahap
pengembangan Religious conscience tentang Agama sebagai identitas diri
b. Karakteristik
remaja antara lain
1.
Konvensional
Remaja
merasa senang melakukan kegiatan keagamaan yang berhubungan dengan ritual. Hal
itu karena setelah melakukan kegiatan tersebut remaja merasa tenang dan aman
apalagi setelah mengetahui makna dari ritual tersebut
2. Maknawi
Pamahaman
secara maknawi dilakukan remaja dalam memahami ajaran agama yang telah
diketahui.
3. Agama
versus kelompok sosial
Remaja
seringkali bergabung dengan teman-teman sebayanya membentuk sebuah gank. Hal
ini dikarenakan sifat remaja yang ingin sama dengan teman-temannya dan menjadi
lebih unggul dengan membentuk gank.
4.
Religious doubt (ragu keagamaan)
Rasa
ragu terhadap ajaran agama karena rasa agama yang terbentuk pada masa
anak-anak bersifat konkret sedangkan
kognisi pada remaja sudah berkembang dan bersifat abstrak sehinggga rasa
keagamaan tidak terpenuhi.
C. Kasus dan Pembahasan
1.
Deskripsi Kasus
Saya bernama M Miftahul Ulum orang tua dan keluarga
saya cukup banyak mengetahui keagamaan. Saya tinggal di desa wanusobo kedung
bugel jepara. Desa lingkungan tempat tinggal saya berpenduduk seluruhnya
muslim.
Ketika saya masih kanak-kanak saya sering ke pondok
atas keinginan orang tua saya melaksanakan
sholat berjamaah dan ngaji setelah shalat meskipun saat itu saya hanya duduk
mendengarkan dan kadang sesekali saya
mengikut-ikut gerakan kiyai saya melakukan shalat dengan sekedarnya
seperti apa yang saya lihat.
Kebiasaan mengaji menjadi makanan saya setiap
harinya setelah shalat tersebut membuat saya terbiasa dengan bacaan bacaan
alquran. Dalam mendidik kakak saya ayah saya mengaji dengan keras. Saat itu
saya beradaa di sebelah kakak saya atau bisa di bilang sering
mengikutiaktifitas mengaji dengan kakak saya sehinga terdengar oleh saya yang
tidak turut mengaji karena saya masih kecil. kejadian itu sering terulang
sehingga saya hafal ayat-ayat pendek.
Karena sering mendengar kata-kata yang berhubungan
dengan agama seperti Allah, dosa, pahala dan lain-lain saya jadi
bertanya-tanya. Pada suatu hari saya bertanya
Allah itu seperti apa? Katanya
Allah itu berbeda dengan manusia, tidak laki-laki tidak pula perempuan dan
Allah dapat melakukan apa saja dengan sekejap mata. Hal itu justru membuat saya
membayangkan kalau Allah itu besar sekali, memiliki tangan yang panjang
sehingga bisa mengambil apa saja yang ia butuhkan. Demikianlah imajinasi saya
tentang Allah pada waktu saya masih kecil. Menurut bayangan saya dosa pada
waktu itu seperti buah anggur yang bergerombol sangat banyak pada tubuh orang
yang berdosa. Ketika saya melihat langit, saya mengira bahwa Allah berada di
atas langit sehingga saya berfikir membuat tangga yang sangat panjang untuk
menuju langit dan menemui Allah.
Pada usia sekitar tujuh tahun, setiap maghrib saya sudah
rutin berangkat ke pondok bersama teman-teman dan kakak. Di Langgar tersebut
saya sudah diajari bagaimana gerakan dan bacaan shalat yang benar. Selain itu
saya diajari membaca Al Quran dengan tajwid yang benar.
Pada usia sekitar 8 tahun saya Didaftarkan masuk TPQ
(Taman pendidikan Qur’an). Di TPQ ini saya banyak mendapat pengetahuan ilmu
agama selain di pondok. Setelah saya lulus SMP orangtua saya mengirimkan saya
untuk melanjutkan belajar di pondok pesantren.
Masa Remaja di pesantren saya alami dengan baik
meski ada beberapa permasalahan. Di masa sekolah saya malah lebih suka berteman
dengan orang yang bukan dengan lingkungan pondok atau bisa disebut kelompok
(genk) akibatnya saya sering pulang dari pondok hanya untuk ber interaksi
dengan temen atau kelompok tersebut.
Di pesantren diajarkan bagaimana cara shalat dengan
khusuk, namun sampai saat ini saya merasa sulit untuk melakukan shalat secara
khusuk. Selain itu shalawatan, membaca kitab dan memahami isinya juga merupakan
aktivitas rutin sehari-hari. Saya banyak
belajar mandiri saat berada di pesantren. Sosialisasi kepada teman-teman baru
juga saya lakukan apalagi di tempat itu tidak ada orang yang saya kenal
sebelumnya.
Ilmu yang dipelajari santri di pesantren saya
meliputi ilmu nahwu, ilmu sharaf, ilmu Akhlak, Tauhid, hadits dan Al Qur’an.
Ketika mempelajari ilmu Tauhid, suatu ketika dalam kitab tersebut menyebutkan
bahwa Allah yang menciptakan perbuatan dan Allah memasukkan siapa saja yang
Allah kehendaki masuk surga karena Allah mempunyai sifat Qudrat dan Iradah.
Saya berpikir kalau Allah yang menciptakan perbuatan, kenapa orang-orang yang
melakukan kejahatan dimasukkan ke neraka? Dan jika Allah menghendaki orang
kafir masuk surga, apakah itu adil? Hal
tersebut membuat saya bingung. Namun setelah saya tanyakan ke ustad saya
akhirnya saya temukan jawabannya.
. Analisa
Dalam deskripsi kasus telah diceritakan tentang
perkembangan rasa agama sejak masa anak-anak sampai masa remaja. Perkembangan
itu akan dianalisis dengan teori-teori psikologi agama tentang masa
perkembangan rasa agama pada anak antara lain:
1. “Orang
tua dan keluarga saya berlatarbelakang pesantren dan Desa lingkungan tempat
tinggal saya berpenduduk seluruhnya muslim” dan “Ketika saya masih kanak-kanak
saya sering mengikuti orang tua saya melaksanakan sholat berjamaah dan mengaji”
serta “Kebetulan saat itu saya turut mendengarkan”.
Beberapa
kejadian tersebut sesuai dengan teori ideas accepted on authority yaitu
pengetahuan keagamaan pada masa anak berasal dari luar dirinya.
2. “Ketika saya masih
kanak-kanak saya sering mengikuti gerakan orangtua saya melakukan shalat” dan “Kebiasaan mengaji setelah shalat tersebut membuat saya
terbiasa dengan bacaan-bacaan al quran.
Keadaan
yang saya alami tersebut sesuai dengan teori
Verbalized and ritualistic yaitu menghafal secara verbal
kalimat-kalimat keagamaan dan imitative yaitu sekedar meniru dan melakukan apa
yang dilakukan orang tua saya.
3. “saya
membayangkan kalau Allah itu besar sekali, memiliki tangan yang panjang
sehingga bisa mengambil apa saja yang ia butuhkan” dan “dosa pada waktu itu
seperti buah anggur yang bergerombol sangat banyak pada tubuh orang yang
berdosa” serta” saya mengira bahwa Allah berada di atas langit sehingga saya
berfikir membuat tangga yang sangat panjang untuk menuju langit dan menemui
Allah.”
Keadaan yang saya alami tersebut sesuai dengan
karakter anak yang bersifat anthomorphic yaitu menggambarkan Tuhan
seperti manusia.
4. “Cerita
tentang para nabi sering diceritakan oleh kiyai saya dan saya sangat senang
mendengarkan cerita tersebut.”
diajarkan
bagaimana cara shalat dengan khusuk, namun sampai saat ini saya merasa sulit
untuk melakukan shalat secara khusuk anak yaitu unreflektif dan wondering.
Unreflektif ditunjukkan bahwa saya merasa senang dan tidak memikirkan
makna dari cerita tersebut. Sedangkan wondering ditunjukkan dengan
perasaan yang senang terhadap hal yang baru seperti cerita nabi tersebut.
Sedangkan
Analisis perkembangan rasa agama usia remaja antara lain:
5. “Di sekolah kami
membentuk kelompok yang kurang baik.”
Cerita
tersebut menunjukkan bahwa kejadian yang saya sesuai dengan teori karakter
religiousitas usia remaja yaitu agama versus kelompok sosial. Remaja
dalam sosialnya cenderung membentuk kelompok sosial seperti gank yang saya
bentuk.
6. “Saya diajarkan
bagaimana cara shalat dengan khusuk, namun sampai saat ini saya merasa sulit
untuk melakukan shalat secara khusuk.”
Keadaan
yang saya alami tersebut sesuai dengan teori
bahwa remaja memiliki karakteristik maknawi yaitu melakukan
ritual dengan memahami makna atau isi dari perbuatan tersebut.
7. “Saya
berpikir kalau Allah yang menciptakan perbuatan, kenapa orang-orang yang
melakukan kejahatan dimasukkan ke neraka? Dan jika Allah menghendaki orang
kafir masuk surga, apakah itu adil? “
Kejadian
ini sesuai dengan karakteristik remaja yaitu religious doubt. Dimana remaja
merasa ragu dengan ajaran agama yang diterimanya.
D. Kesimpulan
Dari analisis diatas dapat disimpulkan bahwa saya
mengalami perkembangan rasa agama mulai dari usia anak sampai remaja secara
kontinu, berkesinambungan dan konsisten. Karakter rasa agama ideas accepted on
authority atau peran orang tua sangat berpengaruh terhadap kepemilikan rasa
agama anak. Selain itu, Unreflektif (Tidak mendalam), anthomorphic, imitative,
dan wondering juga memberikan pengaruh terhadap cara yang seharusnya dilakukan
untuk membentuk rasa agama anak karena hal ini juga memberikan pengaruh yang
besar terhadap perkembangan rasa agama pada usia anak.
Perkembangan religiousitas remaja dipengaruhi oleh
karakter rasa agama remaja yaitu konvensional, maknawi, reflektif, agama
versus kelompok sosial dan religious
doubt. Pada masa pengembangan religious remaja maka timbul kesadaran diri agama
sebagai identitas diri.
E. Daftar Pustaka
Jalaluddin,
Psikologi Agama., Jakarta: PT Grafindo Persada, 1997
Susilaningsih,
makalah Perkembangan Religiositas pada Usia Anak, Yogyakarta,1994.
Susilaningsih,
Dinamika Rasa Agama Keagamaan pada Usia Remaja
Susilaningsih,
Handout Rasa Agama
[1]
Jalaluddin, Psikologi Agama., Jakarta: PT Grafindo Persada, 1997. hlm.17
[2] Susilaningsih, makalah Perkembangan Religiositas pada Usia Anak,
Yogyakarta,1994.hlm.1
[3]
Ibid, susilaningsih…hlm 1
[7]
Ibid..hlm.68
[8] Karakter usia anak pada: Jalaluddin, Psikologi
Agama., Jakarta: PT Grafindo Persada, 1997. hlm. 68- 71
p
ReplyDeletenumpang promote ya min ^^
ReplyDeletebuat kamu yang lagi bosan dan ingin mengisi waktu luang dengan menambah penghasilan yuk gabung di di situs kami www.fanspoker.com
kesempatan menang lebih besar yakin ngak nyesel deh ^^,di tunggu ya.
|| WA : +855964283802 || LINE : +855964283802 ||