LAFAL AM DAN KHAS,LAFAL MUTLAQ DAN
MUQOYYAD, LAFAL AMAR DAN NAHI
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Ushul Fiqih
Dosen Pengampu : Dr. H. Sholikul Hadi, M.Ag
Disusun
oleh :
Ahmad Kamaluddin (212452)
Danar Nurdiansyah (212453)
M Miftahul Ulum (212454)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGRI (STAIN) KUDUS
JURUSAN SYARIAH/ EKONOMI SYARIAH
TAHUN 2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Dalam mengkaji Islam, salah unsur
yang sangat penting digunakan sebagai pendekatan adalah Ilmu Ushulul Fiqh,
yaitu ilmu yang mempelajari kaidah-kaidah yang dijadikan pedoman dalam
menetapkan hukum-hukum syari'at yang bersifat amaliyah, yang diperoleh melalui
dalil-dalil secara rinci. Melalui kaidah-kaidah ushul fiqh akan diketahui
nash-nash syara' dan hukum-hukum yang ditunjukkannya.
Dengan ushul fiqh dapat dicarikan
solusi untuk menyelesaikan dalil-dalil yang kelihatan kontradiksi satu sama lain. Dengan
adanya perangkat ushul fiqh maka syari'at Islam akan membuktikan dirinya
sebagai syari'at yang akan berlaku sepanjang masa, dan tidak akan hilang
ditelan zaman. Demikian pula syari'at Islam akan cocok diamalkan oleh segala
etnis dan bangsa apa saja di dunia ini. Karena
ruh dari ushul fiqh adalah fleksibilitas dan kemudahan.
Diantara kaidah-kaidah ushul fiqh
yang penting diketahui adalah Lafadz Al Am dan Khas, lafal Muthlaq dan Al
Muqayyad, Lafal Amr dan Nahi.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana penjelasan lafal Am dan Khash?
2.
Bagaimana penjelasan lafal Mutlaq dan
Muqoyyad?
3.
Bagaimana penjelasan lafal Amr dan Nahi?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Lafal Am Dan Khash
1. Lafal Am
‘Am menurut bahasa artinya merata atau
umum. Sedang menurut istilah yaitu “lafal yang meliputi pengertian umum
terhadap semua yang termasuk dalam pengertian lafal itu,dengan hanya disebut
sekaligus.”
v
Macam-macam
lafadz ‘am
a.
Lafadz ‘am yang dikehendaki keumumannya karena ada dalil atau indikasi
yang menunjukkan tertutupnya kemungkinan ada takhshish (pengkhususan).
Misalnya:
وَمَا مِنْ
دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا
وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ
Dan tidak ada suatu binatang melata
pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui
tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam
kitab yang nyata (Lohmahfuz).( Hud:6).
Yang dimaksud adalah seluruh jenis
hewan melata, tanpa kecuali.
b.
Lafadz ‘am tetapi yang dimaksud adalah makna khusus karena ada indikasi
yang menunjukkan makna seperti itu. Contohnya:
مَا كَانَ
لِأَهْلِ الْمَدِينَةِ وَمَنْ حَوْلَهُمْ مِنَ الْأَعْرَابِ أَنْ يَتَخَلَّفُوا
عَنْ رَسُولِ اللَّهِ وَلَا يَرْغَبُوا بِأَنْفُسِهِمْ عَنْ نَفْسِهِ
Tidaklah sepatutnya bagi penduduk
Madinah dan orang-orang Arab Badui yang berdiam di sekitar mereka, tidak turut
menyertai Rasulullah (pergi berperang) dan tidak patut (pula) bagi mereka lebih
mencintai diri mereka daripada mencintai diri Rasul. (At-Taubah: 120).
Yang dimaksud ayat tersebut bukan
seluruh penduduk Mekah, tapi hanya orang-orang yang mampu.
c.
Lafadz ‘am yang terbebas dari indikasi yang dimaksud makna umumnya atau
sebagian cakupannya. Contoh:
وَالْمُطَلَّقَاتُ
يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ
Wanita-wanita yang ditalak hendaklah
menahan diri (menunggu) tiga kali quru.( Al-Baqarah: 228).
Lafadz ‘am dalam ayat tersebut
adalah al-muthallaqat (wanita-wanita yang ditalak), terbebas dari indikasi yang
menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah makna umum atau sebagian cakupannya.[1]
2. Lafal Khash
Khas ialah lafadz yang menunjukkan
arti yang tertentu, tidak meliputi arti umum, dengan kata lain, khas itu
kebalikan dari `âm.
Menurut istilah, definisi khas
adalah:
“Al-khas adalah lafadh yang
diciptakan untuk menunjukkan pada perseorangan tertentu, seperti Muhammad. Atau
menunjukkan satu jenis, seperti lelaki. Atau menunjukkan beberapa satuan
terbatas, seperti tiga belas, seratus, sebuah kaum, sebuah masyarakat,
sekumpulan, sekelompok, dan lafadh-LAFADH lain yang menunjukkan bilangan
beberapa satuan, tetapi tidak mencakup semua satuan-satuan itu”.
v Dalalah Khash
Dalalah khas menunjuk kepada dalalah
qath’iyyah terhadap makna khusus yang dimaksud dan hukum yang ditunjukkannya
adalah qath’iy, bukan dzanniy, selama tidak ada dalil yang memalingkannya
kepada makna yang lain. Misalnya, firman Allah:
فَمَنْ لَمْ
يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ
Tetapi jika ia tidak menemukan
binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa
haji..(Al-Baqaarah :196)
Lafadz tsalatsah (tiga) dalam ayat di atas adalah
khas, yang tidak mungkin diartikan kurang atau lebih dari makna yang
dikehendaki oleh lafadh itu. Oleh karena itu dalalah maknanya adalah qath’iy
dan dalalah hukumnya pun qath’iy.
Akan tetapi, apabila ada qarinah,
maka lafadh khas harus ditakwilkan kepada maksud makna yang lain. Sebagai
contoh hadits Nabi yang berbunyi:
فِيْ كُلِّ
أَرْبَعِيْنَ شَاةً شَاةٌ
“pada setiap empat puluh kambing,
wajib zakatnya seekor kambing”.
Menurut jumhur ulama, arti kata
empat puluh ekor kambing dan seekor kambing, keduanya adalah lafadh khas.
Karena kedua lafadh tersebut tidak mungkin diartikan lebih atau kurang dari
makna yang ditunjuk oleh lafadh itu sendiri. Dengan demikian, dalalah lafadh
tersebut adalah qath’iy. Tetapi menurut Ulama Hanafiyah, dalam hadits tersebut
terdapat qarinah yang mengalihkan kepada arti yang lain. Yaitu bahwa fungsi
zakat adalah untuk menolong fakir miskin. Pertolongan itu dapat dilakukan bukan
hanya dengan memberikan seekor kambing, tetapi juga dapat dengan menyerahkan
harga seekor kambing yang dizakatkan.[2]
B. Lafal Mutlaq Dan Muqayyad
1. Mutlaq
Kata mutlaq secara bahasa, berarti
tidak terkait dengan ikatan atau syarat tertentu. Sedangkan menurut ulama ushul
fiqh mutlaq adaalah“ Lafal yang memberi petunjuk terhadap maudhu’nya (sasaran
pengguna lafadz) tanpa memandang kepada satu, banyak atau sifatnya, tetapi
memberi petunjuk kepada hakikat sesuatu menurut apa adanya.”
Menurut Khairul Uman mutlaq adalah
lafadz yang menunjukan arti satu atau arti sebenarnya tanpa dibatasi oleh suatu
hal yang lain.
Contohnya adalah:
...... يَتَمَآسَّا
أَن قَبْلِ مِّن رَقَبَةٍۢ فَتَحْرِيرُ قَالُوا۟ لِمَا يَعُودُونَ ثُمَّ
نِّسَآئِهِمْ مِن يُظَٰهِرُونَ وَٱلَّذِينَ
“Orang-orang yang menzhihar istri
mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka
(wajib atasnya) memerdekan seorang budak sebelum kedua suami istri itu
bercampur...”
Ayat ini menjelaskan tentang kafart
zhihar bagi suami yang menyerupakan punggung istrinya dengan ibunya yaitu
dengan memerdekan budak. Ini dipahami dari ungkapan ayat “maka merdekakanlah
seorang budak”. Mengingat lafadz raqabah (budak) merupakan lafadz mutlaq, maka
kaffarat dzihar meliputi pembebasan seoarang budak yang mencakup segala jenis
budak, baik yang mukmin ataupun yang kafir.
Dilihat secara sepintas lafadz
mutlaq mirip dengan lafadz ,amm, tetapi sebenarnya antara keduanya berbeda.
Pada lafadz ‘amm keumumannya bersifat syumuly (melingkupi), sementara keumuman
lafadz mutlaq bersifat badali (mengingatkan). Umum syumuly adalah kulliy
(keseluruhan) yang berlaku atas satuannya, semenatara keumuman badali adalah
kully dari sisi tidak terhalang menggambarkan untuk setiap satuannya, hanya
menggambarkan satuan yang syumuly. Dan lafadz ‘amm menunjukan seluruh afrad
yang tercakup dalam maknanya, sedangkan lafadz mutlaq menunjukan kepada diri
atau beberapa diri mana saja tetapi tidak kepada seluruh diri.[3]
2.
Muqayyad
Muqayyad secara bahasa adalah
terikat. Sementara secara istilah adalah lafadz yang menunjukan suatu satuan
dalam jenisnya yang dikaitkan dengan sifat tertentu. Contohnya : rajulan iraki.
Menurut Abu Dzarah pembatasan ini
terdiri dari sifat, hal, ghayah, syarat, atau dengan bentuk pembatasan yang
lainnya.
Contohnya :
وايديكم الى
المرافق
“Basuhlah tanganmu sampai siku-siku”
Contoh ini menjelaskan tentang
wudhu, yaitu harus membasuh tangan sampai siku. Lafadz aidiikum ini disebut
muqayyad (dibatasi), sedangkan lafadz ila al-marofiq disebut al-qaid.
C. Lafal Amar Dan Nahi
1. Pengertian Amar dan Nahi
a. Pengertian Amar
Hakikat pengertian amar (perintah), sebenarnya ialah
لَفْظٌ يُرَادُبِهِ أنْ يَفْعَلَ اْلمَأْمُوْرُمَايُقْصَدُمِنَ
اْلأَمْرِ
Artinya: “ lafal yang dikehendaki supaya orang
mengerjakan apa yang dimaksudkan.”
Menurut Dr. Ali Hasbullah mendefinisikan amar adalah
suatu tuntutan perbuatan dari pihak yang lebih tinggi kedudukannya kepada pihak
yang lebih rendah kedudukannya.[4]
b. Pengertian Nahi
Dari segi bahasa nahi artinya larangan. Sedangkan nahi
menurut syara’ ialah tuntutan untuk meninggalkan perbuatan dari orang yang
lebih tinggi tingkatannya kepada orang yang lebih rendah tingkatannya.[5]
2. Sighat Amar dan Nahi
a. Sighat amar merupakan lafal yang mengandung pengertian perintah. Sighat
amar berbentuk sebagai beriku:
1) Berbentuk Fi’il amar/perintah langsung
Misalnya, firman Allah:
أَقِيْمُواالصَّلوةَ{البقرة:43
Artinya: “Dirikanlah Shalat.”
2) Berbentuk mudhari’yang didahului lam amar
Misalnya, firman Allah:
وَلْيَطَّوّفُوْابِالْبَيْتِ
اْلعَتِيْقِ{الحج:29
Artinya:”…dan hendaklah melakukan thawaf sekeliling
rumah tua itu (Baitullah).”
3) Dan bentuk lainnya yang semakna, seperti lafal faradha, kutiba,
dan sebagainya.[6]
Imam Ar-Razi
berkata di dalam kitabnya Al-Mahsul, bahwa ahli ushul telah sepakat menetapkan
bahwa bentuk If’al dipergunakan dalam 15 macam makna sesuai dengan qarinah yang
mempengaruhinya
a) Ijab (wajib)
b) Nadab (anjuran)
c) Takdib(adab)
d) Irsyad (menunjuki)
e) Ibahah (kebolehan)
f) Tahdid (ancaman)
g) Inzhar (peringatan)
h) Ikram (memuliakan)
i)
Taskhir (penghinaan)
j)
Ta’jiz (melemahkan)
k) Taswiyah (mempersamakan)
l)
Tamanni (angan-angan)
m) Doa
n) Ihanah (meremehkan)
o) Imtinan[7]
b. Sighat Nahi
Kalimat
larangan yang tidak memiliki qarinah menunjukkan hakikat larangan yang mutlak.
Jika kalimat ini memiliki qarinah, tidak menunjukkan hakikat larangan sseperti
firman allah SWT:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْرَبُوا
الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَىٰ حَتَّىٰ تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ وَلَا جُنُبًا
إِلَّا عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّىٰ تَغْتَسِلُوا ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ
سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ
تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ
ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُورًا
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan
mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri
mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja,
hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang
dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak
mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah
mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun
3. Dilalah dan tuntutan amar dan nahi
a. Dilalah dan tuntutan amar
1) Menunjukkan wajib,seperti dijelaskan berdasarkan kaidah
اَلأَصْلُ فى الأَمْرِلِلْوُجُوْبِ
Artinya:”Arti yang pokok dalam amar ialah menunjukkan
wajib (wajibnya perbuatan yang diperintahkan).”
2) Menunjukkan anjuran (nadab) berdasarkan kaidah:
اَلأَصْلُ فى الأَمْرِلِ
Artinya;
arti yang pokok dalam amar itu adalah menunjukkan anjuran.
Contoh:
shalat sunah
b. Dilalah dan tuntutan nahi
·
Perintah
Sesudah Larangan
Setelah
memperhatikan segala perintah syara’ yang datang sesudah larangan , ternyata
bahwa perintah sesudah larangan itu menunjukkan mubah, terkecuali jika ada nash
yang menegaskan kefarduannya.
·
Suruhan
Tidak Menghendaki Berkali-Kali Dikerjakan
Suruhan-suruhan
syara’ tidak menghendaki supaya orang yang disuruh itu berulang-ulang
mengerjakannya dan tidak pula menunjukkan kepadanya agar satu kali saja
mengerjakannya. Perintah itu hanya memberi pengertian bahwa perbuatan tersebut
harus dikerjakan.
·
Suruhan
Tidak Menghendaki Segera Dikerjakan
Suruhan
yang dikaitkan dengan waktu agar gugur bila gugur waktunya karena harus
dikerjakan dalam waktunya yang dijelaskan dalam bab hukum.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Lafadz ‘Am adalah lafadz yang bermakna umum, terhadap semua
yang termasuk dalam pengertian lafadz itu dan tidak terbatas pengertiannya.
Lafadz Khas adalah lafadz yang menunjukkan arti tertentu, tidak meliputi arti
umum.
Lafadz Mutlaq adalah lafadz yang mencakup pada jenisnya
tetapi tidak mencakup seluruh afrod didalamnya. Lafadza muqayyad adalah lafadz
yang menunjukan arti sebenarnya dengan dibatasi oleh suatu sifat dari batsan
tertentu.
Amar adalah “ suatu tuntutan perbuatan dari pihak yang lebih
tinggi derajat kedudukannya kepada pihak yang lebih rendah kedudukannya”,
dengan aturan atau tuntunan metodologis yang telah ada. Sedangkan nahi adalah
suatu larangan yang harus ditaati yang datangnya dari atasan kepada bawahan,
yakni dari Allah SWT kepada hamba-Nya.
Daftar Pustaka
Karim Syafi’i, Fiqih-Ushul Fiqih, CV. Pustaka Setia,
Bandung, 2001
Khairul
Umam dan Ahyar Aminudin, Ushul Fiqih II, CV Pustaka Setia, Bandung, 2001
http://sabrinanilna.blogspot.com/2013/02/mutlaq-dan-muqayyad.html,
diakses tanggal 18 maret 2014
http://ruruls4y.wordpress.com/2012/04/07/lafadz-am-dan-lafadz-khas/,
diakses tanggal18 Maret 2014
[1]
Karim Syafi’i, Fiqih-Ushul Fiqih, CV. Pustaka Setia, Bandung, 2001, hal.
168-169
[2]
http://ruruls4y.wordpress.com/2012/04/07/lafadz-am-dan-lafadz-khas/,
diakses tanggal18 Maret 2014 10:33:08
[3]
http://sabrinanilna.blogspot.com/2013/02/mutlaq-dan-muqayyad.html,
diakses tanggal 18 maret 2014
[4]
Khairul Umam dan Ahyar
Aminudin, Ushul Fiqih II, CV Pustaka Setia, Bandung, 2001, hlm., 107
[6]
Khairul Umam dan Ahyar
Aminudin, Op.Cit, hlm., 108
[7]
Ibid, hlm., 109-113
numpang promote ya min ^^
ReplyDeletebuat kamu yang lagi bosan dan ingin mengisi waktu luang dengan menambah penghasilan yuk gabung di di situs kami www.fanspoker.com
kesempatan menang lebih besar yakin ngak nyesel deh ^^,di tunggu ya.
|| WA : +855964283802 || LINE : +855964283802 ||