Halaman

Tuesday, March 19, 2019

ORIENTASI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM ISLAM


ORIENTASI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM ISLAM

Makalah
Disusun guna memenuhi tugas
Mata kuliah: Teknik Pengambilan Keputusan
Dosen pengampu : Muhamad Mustaqim, S.Pd.I, MM








Disusun oleh :

Fahmi Syadid                          (212478)
Muhammmad habib fauzi       (212480)
Hanim bil fadhilah              (1320410007)
Iin nur afifah                      (1320410008)


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
TAHUN 2015







BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar belakang masalah
Islam merupakan agama yang bersifat universal, artinya bersifat menyeluruh dan mengajarkan kebajikan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam hal pengambilan keputusan. Biasanya pengambilan keputusan dilakukan oleh seorang pemimpin atau individu yang dipercaya oleh masyarakat, namun demikian pengambilan keputusan dalam setiap persoalan termasuk di dalamnya persoalan pendidikan ternyata tidaklah semudah yang kita bayangkan, melainkan memerlukan analisis yang mendalam, karena apabila tidak dianalisis dapat berdampak negatif bagi individu maupun masyarakat.
Dalam hal pengambilan keputusan, ada beberapa hal yang perlu di perhatikan diantaranya: bagaimana pengambilan keputusan dalam perspektif Islam, bagaimana proses pengambilan keputusan dalam islam, apakah ada prinsip-prinsip yang mengatur hal tersebut dan bagaimana bentuk pengambilan keputusan dalam islam.


B.     Rumusan masalah
1.      Bagaimana pengambilan keputusan dalam tinjauan  islam?
2.      Bagaimana pengertian prngambilan keputusan dan proses pengambilan keputusan dalam islam?
3.      Bagaimana prinsip-prinsip pengambilan keputusan dalam islam?
4.      Bagaimana bentuk pengambilan keputusan dalam islam?






BAB II
PEMBAHASAN



A.    Pengambilan Keputusan Dalam Tinjauan Islam
      Pengambilan keputusan dalam islam adalah pengambilan keputusan yang di lakukan sesuai dengan syari’at Islam atau dengan memilih dari berbagai alternatif sesuai dengan tuntunan Islam.[1] Menurut Yusanto pengambilan keputusan dalam Islam dibedakan menjadi tiga bentuk permasalahan diantaranya:
1.      Dalam masalah tasyri’ (hukum)
            Dalam hal ini, keputusan diambil hanya merujuk pada dalil-dalil syara’atau untuk perkara baru dilakukan dengan cara ijtihad yang dilakukan oleh para mujtahid. Para mujtahid menetapkan hukum dengan jalan ijtihad yang benar merujuk pada sumber-sumber hukum syara. Bagaimana bila ijtihad yang dihasilkan berbeda-beda ? Imam (khalifah/kepala negara) berhak melegislasi salah satu pendapat yang dinilai paling benar, dan itu menjadi hukum syara bagi seluruh kaum muslimin. Hal ini sesuai dengan kaidah syara’ “Amirul imam yarfa’ul khilaf ”yang berarti keputusan imam menghilangkan perselisihan, dan “Amrul imam nafidzu dhahiran wa batinah “, perintah imam wajib dilaksanakan dhahir maupun batin.
            Hal ini dicontohkan dalam perjanjian Hudaibiyah, Rasulullah SAW sama sekali tidak mendengar keberatan para sahabat. Syariat telah mengatur, perjanjian dengan musuh sekalipun harus ditaati. Dalam hal ini tidak berlaku musyawarah dan suara terbanyak. Ketika ditanyakan kepadanya dalam banyak perkara (hukum), Rasulullah SAW menunggu wahyu untuk menjawabnya, bukan dengan musyawarah. Apabila syariat telah menetapkan hukum suatu perkara, maka rakyat dengan suara mayoritas sekalipun tidak dapat mengubahnya.

2.      Dalam masalah yang membutuhkan keahlian atau pemikiran yang mendalam.
            Dalam hal ini pengambilan keputusan dilakukan dengan cara mengambil pendapat yang paling benar dan tepat (ahli). Rasulullah SAW mencontohkan dalam peristiwa perang Badar Beliau mengambil pendapat Khabab bin Mundzir untuk memindahkan pasukan ke tempat yang lebih mudah memperoleh air. Rasulullah SAW menerima saran tersebut karena dinilai paling tepat karena ia dikenal sebagai orang yang sangat paham wilayah itu, tanpa melihat pendapat mayoritas. Hal ini juga berlaku dalam banyak perkara lain seperti teknik pembuatan jalan, rekayasa organisasi, dan kedokteran.

3.      Dalam masalah yang tidak membutuhkan keahlian atau dapat dimengerti oleh banyak pihak.
            Dalam hal ini pengambilan keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak/musyawarah mufakat. Hal ini pernah diterapkan Rasulullah SAW ketika akan menetapkan apakah pasukan dalam perang Uhud tetap bertahan di dalam kota Madinah/keluar. Rasulullah SAW mengikuti pendapat mayoritas sahabat yang menginginkan keluar. Beliau meninggalkan pendapatnya sendiri.[2]

B. Pengertian Pengambilan Keputusan Proses Pengambilan Keputusan Dalam Islam
      Pengambilan keputusan adalah tindakan memilih atau alternative dari serangkaian alternative. Sedangkan yang dimaksud dengan proses pengambilan keputusan adalah mengenali dan mendefinisikan sifat dari situasi keputusan, mengindentifikasi alternative, memilih alternative terbaik dan menempatkannya ke dalam praktek. Pengambilan keputusan bisa juga berarti proses memilih suatu alternatif cara bertindak dengan metode yang efisien sesuai situasi. Mengambil keputusan memerlukan satu seri tindakan. 
Keputusan dikategorikan dalam dua jenis yaitu:
1.      Keputusan terprogram
Keputusan terprogram adalah keputusan yang terstruktur atau muncul dalam frekuensi tertentu.
2.      Keputusan tidak terprogram
Keputusan tidak terprogram adalah keputusan yang secara relative tidak terstruktur dan muncul lebih jarang daripada suatu keputusan yang terprogram.[3]
      Didalam islam, proses pengambilan keputusan oleh seorang pemimpin harus berdasarkan firman-firman Allah SWT dan Hadits Rasulullah SAW. Adapun Proses pengambilan keputusan dalam islam adalah sebagai berikut:
1.      Menghimpun dan melakukan pencatatan serta pengembangan data, jika perlu dilakukan melalui kegiatan penelitian, sesuai dengan bidang yang akan ditetapkan keputusannya.
2.      Menghimpun firman-firman Allah SWT dan Hadits Rasullah SAW sebagai acuan utama, sesuai dengan bidang yang akan di tetapkan keputusannya.
3.      Melakukan analisis data dengan merujuk pada firman-friman Allah SWT dan Hadits Rasulullah SAW, untuk memisahkan dan memilih yang relevan dan tidak relevan untuk di rangkai menjadi kebulatan.
4.      Memantapkan keputusan yang ditetapkan, setelah menyakini tidak bertentangan dengan kehendak Allah SWT berdasarkan firman-firman-Nya dan Hadits Rasulullah SAW.
5.      Melaksanakan keputusan secara operasional dalam bentuk kegiatan-kegiatan konkrit oleh pelaksana.
6.      Menghimpun data operasional sebagai data baru, baik yang mendukung ataupun yang menolak keputusan yang telah ditetapkan. Data tersebut dapat dipergunakan langsung untuk memperbaiki keputusan sebagai umpan balik (feedback, apabila teryata terdapat kekeliruan.[4]
C.     Prinsip-prinsip Pengambilan Keputusan dalam Islam
      Dalam Islam dapat dikatakan bahwa pengambilan keputusan adalah suatu proses pilihan yang diambil oleh seorang pemimpin dari berbagai alternatif untuk memecahkan permasalahan yang berdasarkan nilai-nilai Islami yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Dalam pengambilan keputusan dalam islam harus berdasarkan prinsip-prinsip supaya pengambilan keputusan tersebut dilaksanakan dengan baik dan tidak merugikan masyarakat banyak. Adapun prinsip-prinsip tersebut antara lain:
1.      Adil
            Adil dapat diartikan tidak berat sebelah, tidak memihak dan seimbang. Prinsip keadilan sangat penting karena dengan keadilan keputusan yang diambil tidak merugikan orang lain.
            Dalam Islam sifat adil sangat dibutuhkan oleh seorang pemimpin karena melalui sifat adil seorang pemimpin akan dihormati dan dimuliakan oleh Allah. Allah telah berfirman dalam Al Qur’an surat Al Maidah:
            Hai orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil”. Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
2.      Amanah
            Amanah adalah "syu'urul mar'i bi tabi'atihi fi kulli amrin yukalu ilaihi". Artinya, rasa tanggung jawab seseorang akibat dari segala sesuatu yang diserahkan kepadanya. Amanah dapat diartikan pula terpercaya.
            Setiap pemimpin yang mendapat amanah dari manusia untuk menjalankan kepemimpinan ini dibebani amanah untuk mengurus, mengatur, memelihara dan melaksanakan kewajiban itu secara baik dan benar. Firman Allah SWT dalam Q.S. Al-Anfaal ayat 27.
            Hai orang-orang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu sedangkan kamu mengetahui (akibatnya).”

3.      Istiqomah
            Dalam Islam Istiqomah berarti berpendirian teguh atas jalan yang lurus, berpegang pada akidah Islam dan melaksanakan syariat dengan teguh, tidak berubah dan berpaling walau dalam apa-apa keadaan sekalipun. Dalam pengambilan keputusan kita harus mempunyai keteguhan yang berdasarkan nili-nilai Islami artinya kita tidak mudah goyah dalam membela kebenaran yang sudah kita yakini. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Fusilat:
            “Katakanlah ( Wahai Muhammad ): “Sesungguhnya Aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepada Aku bahawa Tuhan kamu hanyalah Tuhan yang satu; maka hendaklah kamu teguh di atas jalan yang betul lurus (yang membawa kepada mencapai keredhaan-Nya.”
4.      Kejujuran
            Dalam Islam kita dituntut untuk bersikap jujur dalam setiap perbuatan, termasuk dalam pengambilan keputusan. Karena melalui kejujuran akan mendekatkan kita kepada kebaikan. Rasulullah bersabda :
            Dari Abdullah bin Mas’ud RA., dari Nabi Muhammad SAW. bahwasanya beliau bersabda. “Sesungguhnya sidiq itu membawa pada kebaikan, dan kebaikan akan menunjukkan pada surga. Dan seseorang beperilaku sidiq, hingga ia dikatakan sebagai seorang yang siddiq. Sementara kedustaan akan membawa pada keburukan, dan keburukan akan mengantarkan pada api neraka. Dan seseorang berperilaku dusta, hingga ia dikatakan sebagai pendusta.” (HR. Bukhari).”
5.      Musyawarah
            Istilah musyawarah merupakan bentuk mashdar dari kata kerja Syawara - yusyawiru berarti “menampakkan dan menawarkan dan mengambil sesuatu”. Dalam pengambilan keputusan tanpa musyawah persamaan dan adil itu sulit bisa dipenuhi,  karena hanya dalam musyawarah setiap orang memiliki persamaan hak untuk mendapatkan kesempatan secara adil untuk mengungkapkan pendapat dan pandangan masing-masing terhadap masalah yang sedang dirundingkan. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Ali-Imron ayat 159.
            “Maka dengan sebab rahmat dari Allah engkau berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar , niscaya mereka akan menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohon ampunan bagi mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu . kemudian apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada allah. Sesungguhnya allah menyukai orang-orang yang bertawakkal.”
     
6.      Tabligh
Tabligh adalah menyampaikan wahyu atau risalah dari Allah SWT kepada orang lain. Jadi mustahil jika seorang nabi dan rasul menyembunyikan dan merahasiakan wahyu/ risalah Allah SWT.

D.          Bentuk-bentuk pengambilan keputusan dalam islam
Bentuk – bentuk pengambilan keputusan dalam islam di bagi menjadi lima yaitu:
1.      Ijma’
            Ijma’ memiliki arti pemufakatan, persetujuan dan penyesuaian pendapat. Dengan demikian Ijma’ adalah persetujuan diantara para ulama’ islam di masa sahabat-sahabat Rasulullah SAW.
2.      Qiyas
            Qiyas pada dasarnya membandingkan atau menyamakan. Pengertian Qiyas yang lebih luas adalah menyamakan suatu hukum yang ada nashnya di dalam Al-Qur’an dan Hadits, karena ada illat persamaannya.  Pengertian Qiyas yang lain adalah menghubungkan suatu perkara yang didiamkan oleh syar’ dengan yang dinashkan pada hukum, karena ‘illat yang sama antara keduanya.
3.      Taqlid
            Dalam proses pengambilan keputusan, Islam mengenal juga bentuk Taqlid. Taqlid berarti menerima, mengambil perkataan atau pendapat orang lain yang tidak ada hujjah(alasannya) dari Alqur’an dan Hadits. Pengertian lain mengatakan Taqlid adalah mengikut orang yang dipercaya dalam suatu hukum, dengan tidak memeriksa lagi benar atau salahnya, baik atau buruknya, manfaat atau mudaratnya hukum itu.
4.      Ittiba’
            Ittiba’ berarti mengikuti dan menurut segala yang diperintahkan yang dilarang dan yang dibenarkan Rasulullah SAW. Dengan kata lain Ittiba’ adalah mengerjakan agama dengan mengikuti segala sesuatu yang pernah diterangkan atau dicontohkan Rasulullah SAW, baik berupa perintah atau larangan maupun yang dibenarkannya.
5.      Ijtihad
Ijtihad sebagai proses pengambilan keputusan menggunakan seorang faqih(ahli hukum agama) dalam menyelidiki dan memeriksa keterangan dalam Al-Qur’an dan Hadits untuk memperoleh atau menghasilkan hukum syara’ yang diamalkan dengan jalan mengeluarkan hukum dari kedua sumber tersebut.[5]





BAB IV
PENUTUP

       Pengambilan keputusan dalam islam adalah pengambilan keputusan yang di lakukan sesuai dengan syari’at Islam atau dengan memilih dari berbagai alternatif sesuai dengan tuntunan Islam. Pengambilan keputusan dalam Islam dibedakan menjadi tiga bentuk permasalahan diantaranya: masalah tasyri’ (hukum), masalah yang membutuhkan keahlian atau pemikiran yang mendalam, masalah yang tidak membutuhkan keahlian atau dapat dimengerti oleh banyak pihak.
      Adapun proses dalam pengambilan keputusan diantaranya: menghimpun dan melakukan pencatatan serta pengembangan data, menghimpun firman-firman Allah SWT dan Hadits Rasullah SAW sebagai acuan utama, melakukan analisis data dengan merujuk pada firman-friman Allah SWT dan Hadits Rasulullah SAW, memantapkan keputusan yang ditetapkan, melaksanakan keputusan secara operasional dalam bentuk kegiatan-kegiatan konkrit, menghimpun data operasional sebagai data baru, baik yang mendukung ataupun yang menolak keputusan yang telah ditetapkan.
      Adapun prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam pengambilan keputusan diantaranya: adil, amanah, istiqomah, kejujuran, musyawarah, dan tabligh. Adapun bentuk-bentuk pengambilan keputusan dalam islam diantaranya: Ijma’, Qiyas, Taqlid, Ittiba’dan Ijtihad.




Daftar pustaka
Andrew J. Dubrin, The Complete Ideal’s Guides : Leadership, Prenada, Jakarta, 2009
Nawawi, Hadari. 1993. Kepemimpinan menurut Islam. Yogyakarta : Gajah Mada University M. Karebet Wijayakusuma dan Muhammad Ismail Yusanto. 2013. Pengantar Manajemen Syariat. Jakarta :Khairul Bayan.








[1] Nawawi, Hadari. Kepemimpinan menurut Islam, (Yogyakarta : Gajah Mada University),2003 hal. 63
[2]] M. Karebet Wijayakusuma dan Muhammad Ismail Yusanto. Pengantar Manajemen Syariat. (Jakarta :Khairul Bayan).2003. hal. 123
[3] Ricky W. Griffin, Manajemen, Erlangga, Jakarta, 2004, Hal. 258-259
[4] Salusu, Pengambilan Keputusan Strategik Untuk Organisasi Publik Dan Organisasi Nonprofit, Grasindo, Jakarta, 1996

[5] Nawawi, Hadari. 1993, kepemimpinan menurut islam. Yogyakarta. Hlm 64- 77