Halaman

Tuesday, March 19, 2019

Aspek Hukum Dalam Bisnis; HUKUM KONTRAK DAN PERJANJIAN

HUKUM KONTRAK DAN PERJANJIAN
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Aspek Hukum Dalam Bisnis
Dosen Pengampu: Achmad Nur Qodin, S. HI., MHI.


 









Disusun oleh:
Nor Achmad Faris                           (212444)
Noor fitriyani                                     (212445)
Norma Firdaus Suryo Anggoro       (212456)



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN MANAJEMEN BISNIS SYARIAH
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Istilah kontrak atau perjanjian terkadang masih dipahami secara rancu. Subekti[1] menganggap istilah kontrak mempunyai pengertian lebih sempit daripada perjanjian, karena kontrak ditujukan kepada perjanjian yang tertulis. Sedangkan Pothier membedakan contract dan convention. Disebut convention yaitu perjanjian antara dua orang atau lebih untuk menciptakan, menghapuskan atau merubah perikatan. Adapun Contract adalah perjanjian yang mengharapkan terlaksananya perikatan.[2]
Perjanjian diatur dalam pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), yaitu “suatu perbuatan yang mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Disamping perjanjian, kita mengenal pula istilah kontrak. Baik perjanjian maupun kontrak mengandung pengertian yang sama, yaitu suatu perbuatan hukum untuk saling mengikatkan para pihak ke dalam suatu hubungan hukum perikatan. Istilah kontrak lebih sering digunakan dalam praktik bisnis. Karena jarang sekali orang menjalankan bisnis mereka secara asal-asalan, maka kontrak-kontrak bisnis biasanya dibuat secara tertulis, sehingga kontrak dapat juga disebut sebagai perjanjian yang dibuat secara tertulis

B.  Rumusan Masalah
1.    Jelaskan konsep dasar tentang kontrak !
2.    Jelaskan macam-macam perjanjian !
3.    Bagaimana ketentuan umum dalam hukum kontrak ?
4.    Bagaimana pola penyelesaian sengketa di bidang kontrak ?
5.    Bagaimana cara berakhirnya kontrak ?


BAB II
PEMBAHASAN
A.  Konsep Dasar Kontrak
1.    Pengertian Perjanjian
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing bersepakat akan mentaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu.[3]
Kamus Hukum menjelaskan bahwa perjanjian adalah persetujuan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, tertulis maupun lisan, masing-masing sepakat untuk mentaati isi persetujuan yang telah dibuat bersama.
Menurut Pasal 1313 KUH Perdata, Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.
Dari pengertian-pengertian di atas dapat dilihat beberapa unsur-unsur yang tercantum dalam kontrak, yaitu :
a.    Adanya hubungan hukum.
Hubungan hukum merupakan hubungan yang menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum yaitu timbulnya hak dan kewajiban.
b.    Adanya subjek hukum.
Subjek hukum yaitu pendukung hak dan kewajiban. Sebagaimana diketahui bahwa Hukum Perdata mengkualifikasikan subjek hukum terdiri dari dua bagian yaitu manusia dan badan hukum.
c.    Adanya prestasi.
Prestasi menurut Pasal 1234 KUH Perdata terdiri atas untuk memberi sesuatu, untuk berbuat sesuatu, dan untuk tidak berbuat sesuatu.
d.   Di bidang harta kekayaan.
Pada umumnya kesepakatan yang telah dicapai antara dua atau lebih pelaku bisnis dituangkan dalam suatu bentuk tertulis dan kemudian ditanda tangani oleh para pihak. Dokumen tersebut disebut sebagai “Kontrak Bisnis” atau “Kontrak Dagang”.
2.    Syarat Sahnya Perjanjian
Syarat sahnya suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang mengemukakan empat syarat,yaitu :
a.    Adanya kesepakatan kedua belah pihak
b.    Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum
c.    Adanya suatu hal tertentu.
d.   Adanya sebab yang halal.
3.    Saat Lahirnya Perjanjian
Menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai arti penting bagi :
a.       Kesempatan penarikan kembali penawaran.
b.      Penentuan risiko.
c.       Saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa.
d.      Menentukan tempat terjadinya perjanjian.
Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) KUH Perdata dikenal adanya asas konsensual, yang dimaksud adalah bahwa perjanjian atau kontrak lahir pada saat terjadinya consensus (sepakat) dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang diperjanjikan.
Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata bersifat konsensual. Sedang yang dimaksud consensus (sepakat) adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan memberikan persetujuannya, jika ia memang menghendaki apa yang disepakati. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie).
Jadi pertemuan kehendak dari pihak yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang akeptasi itulah yang disebut sepakat dan itu yang melahirkan kontrak atau perjanjian.
Salah satu teori yang digunakan untuk menentukan saat lahirnya perjanjian yakni : Teori Pernyataan (Uitings Theorie). Menurut teori ini perjanjian telah ada atau lahir saat atas suatu penawaran telah ditulis surat jawaban penerimaan. Dengan kata lain perjanjian itu ada pada saat pihak lain menyatakan penerimaan.

4.    Asas Hukum Kontrak
a.    Asas Konsensualisme
Berdasarkan Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata, dinyatakan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah kesepakatan kedua belah pihak. Artinya bahwa perikatan pada umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup dengan adanya kesepakatan para pihak.
b.     Asas Pacta Sunt Servada
Asas pacta sunt servada, berhubungan dengan akibat dari perjanjian. Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata menyebutkan :
“Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang”.
c.    Asas Kebebasan Berkontrak
Kebebasan berkontrak (Freedom of making contract), adalah salah satu asas yang sangat penting di dalam hukum perjanjian. Kebebasan ini adalah perwujudan dari kehendak bebas, pancaran hak asasi manusia. Menurut Salim H.S, bahwa asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan  kebebasan kepada para pihak untuk :
1)   Membuat atau tidak membuat perjanjian;
2)   Mengadakan perjanjian dengan siapapun,
3)   Menentuan isi perjanjian, pelaksaan, dan persyaratannya
4)   Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis dan lisan.
Di samping itu, beberapa asas lain dalam standar kontrak :
1)   Asas Kepercayaan
2)   Asas Persamaan Hukum
3)   Asas Keseimbangan
4)   Asas Kepastian Hukum
5)   Asas Moral
6)   Asas Kepatutan
7)   Asas Kebiasaan
8)   Asas Perlindungan[4]

B.  Macam – Macam Perjanjian
Di dalam pasal 1319 KUH Perdata, perjanjian dibedakan menjadi dua macam yaitu perjanjian bernama (nominaat) dan tidak bernama (innominaat).
1.    Kontrak Nominaat, adalah kontrak atau perjanjian yang sudah dikenal dalam KUH Perdata. Beberapa jenis kontrak nominaat yakni:
a.    Pasal 1457 KUH Perdata
“Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan.”
b.    Pasal 1541 KUH Perdata
“Tukar menukar ialah suatu persetujuan dengan mana kedua belah pihak mengikatkan diri untuk saling memberikan suatu barang secara timbal balik sebagai ganti suatu barang lain.”
c.    Pasal 1548 KUH Perdata
“Sewa menyewa adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan diri untuk memberikan kenikmatan suatu barang kepada pihak yang lain selama waktu tertentu, dengan pembayaran suatu harga yang disanggupi oleh pihak tersebut terakhir itu. Orang dapat menyewakan pelbagai jenis barang, baik yang tetap maupun yang bergerak.”
d.   Pasal 1601 KUH Perdata
“Selain persetujuan untuk menyelenggarakan beberapa jasa yang diatur oleh ketentuanketentuan khusus untuk itu dan oleh syarat-syarat yang diperjanjikan, dan bila ketentuanketentuan yang syarat-syarat ini tidak ada, persetujuan yang diatur menurut kebiasaan, ada dua macam persetujuan, dengan mana pihak kesatu mengikatkan diri untuk mengerjakan suatu pekerjaan bagi pihak lain dengan menerima upah, yakni: perjanjian kerja dan perjanjian pemborongan kerja.
e.    Pasal 1618 KUH Perdata
“Persekutuan adalah suatu perjanjian dengan mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu dalam persekutuan, dengan maksud untuk membagi keuntungan yang terjadi karenanya”
f.     Pasal 1653 KUH Perdata
Selain persekutuan perdata sejati, perhimpunan orang-orang sebagai badan hukum juga diakui undang-undang, entah badan hukum itu diadakan oleh kekuasaan umum atau diakuinya sebagai demikian, entah pula badan hukum itu diterima sebagai yang diperkenankan atau telah didirikan untuk suatu maksud tertentu yang tidak bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan
g.    Pasal 1666 KUH Perdata
Penghibahan adalah suatu persetujuan dengan mana seorang penghibah menyerahkan suatu barang secara cuma-cuma, tanpa dapat menariknya kembali, untuk kepentingan seseorang yang menerima penyerahan barang itu. Undang-undang hanya mengakui penghibahanpenghibahan antara orang-orang yang masih hidup.”
h.    Pasal 1694 KUH Perdata
“Penitipan adalah terjadi apabila seseorang menerima sesuatu barang dari orang lain dengan syarat bahwa ia akan menyimpannya dan mengembalikannya dalam ujud asalnya”
i.      Pasal 1740 KUH Perdata
“Pinjam pakai adalah suatu perjanjian dalam mana pihak yang satu menyerahkan suatu barang untuk dipakai dengan cuma-cuma kepada pihak lain, dengan syarat bahwa pihak yang menerima barang itu setelah memakainya atau setelah lewat waktu yang ditentukan, akan mengembalikan barang itu.”
j.      Pasal 1754 KUH Perdata
“Pinjam meminjam adalah suatu perjanjian, yang menentukan pihak pertama menyerahkansejumlah barang yang dapat habis terpakai kepada pihak kedua dengan syarat bahwa pihak kedua itu akan mengembalikan barang sejenis kepada pihak pertama dalam jumlah dan keadaan yang sama.”
k.    Pasal 1770 KUH Perdata
“Perjanjian bunga abadi ialah suatu persetujuan bahwa pihak yang memberikan pinjaman uang akan menerima pembayaran bunga atas sejumlah uang pokok yang tidak akan dimintanya kembali.”
l.      Pasal 1774 KUH Perdata
“Suatu persetujuan untung-untungan ialah suatu perbuatan yang hasilnya, yaitu mengenaiuntung ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak, tergantung pada suatu kejadian yang belum pasti.
m.  Pasal 1792 KUH Perdata
“Pemberian kuasa ialah suatu persetujuan yang berisikan pemberian kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya untuk melaksanakan sesuatu atas nama orang yang memberikan kuasa.”
n.    Pasal 1820 KUH Perdata
“Penanggungan ialah suatu persetujuan di mana pihak ketiga demi kepentingan kreditur, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan debitur, bila debitur itu tidak memenuhi perikatannya.”
o.    Pasal 1851 KUH Perdata
“Perdamaian adalah suatu persetujuan yang berisi bahwa dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang, kedua belah pihak mengakhiri suatu perkara yang sedang diperiksa pengadilan ataupun mencegah timbulnya suatu perkara bila dibuat secara tertulis.”
2.    Kontrak Innominaat, adalah kontrak yang timbul, tumbuh dan hidup dalam masyarakat dan kontrak ini belum dikenal pada saat KUH Perdata diundangkan. Hukum kontrak innominaat (spesialis) merupakan bagian dari hukum kontrak (generalis). Beberapa jenis kontrak innominaat :
a.    Perjanjian sewa beli
b.    Perjanjian sewa guna (leasing)
c.    Perjanjian anjak piutang (factoring)
d.   Modal ventura (joint venture)
C.  Ketentuan Umum Dalam Hukum Kontrak
1.    Somasi
Somasi diatur dalam Pasal 1238 KUH Perdata dan Pasal 1243 KUH Perdata. Somasi adalah teguran dari si berpiutang (kreditur) kepada si berutang (debitur) agar dapat memenuhi prestasi sesuai dengan isi perjanjian yang telah disepakati antara keduanya. Somasi timbul disebabkan debitur tidak memenuhi prestasinya, sesuai dengan yang diperjanjikan. Ada tiga cara terjadinya somasi itu, yaitu :
a.    Debitur melaksanakan prestasi yang keliru, misalnya kreditur menerima sekeranjang jambu seharusnya sekeranjang apel;
b.    Debitur  tidak memenuhi prestasi pada hari yang telah dijanjikan. Tidak memenuhi prestasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelambatan melaksanakan prestasi dan sama sekali tidak memberikan prestasi. Penyebab tidak melaksanakan prestasi sama sekali karena prestasi tidak mungkin dilaksanakan atau karena debitur terang-terangan menolak memberikan prestasi.
c.    Prestasi yang dilaksanakan oleh debitur tidak lagi berguna bagi kreditur setelah lewat waktu yang diperjanjikan.
2.    Wanprestasi
Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan debitur. Seorang debitur baru  dikatakan wanprestasi apabila ia telah diberikan somasi oleh kreditur atau Juru Sita. Somasi itu minimal telah dilakukan sebanyak tiga kali oleh kreditur atau Juru sita. Apabila somasi itu tidak diindahkannya, maka kreditur berhak membawa persoalan itu ke pengadilan. Dan pengadilanlah yang akan memutuskan, apakah debitur wanprestasi atau tidak.
Akibat dari wanprestasi itu biasanya dapat dikenakan sanksi berupa ganti rugi, pembatalan kontrak, peralihan risiko, maupun membayar biaya perkara.
3.    Ganti Rugi
Ada dua sebab timbulnya ganti rugi, yaitu
a.    Ganti rugi karena wanprestasi.
Ganti rugi karena wanprestasi adalah suatu bentuk ganti rugi yang dibebankan kepada debitur yang tidak memenuhi isi perjanjian yang telah dibuat antara kreditur dengan debitur. Ganti rugi karena wanprestasi ini diatur dalam Buku III KUH Perdata, yang dimulai dari Pasal 124 KUH Perdata s.d. Pasal 1252 KUH Perdata.

b.    Perbuatan melawan hukum.
Ganti rugi karena perbuatan melawan hukum adalah suatu bentuk ganti rugi yang dibebankan kepada orang yang telah menimbulkan kesalahan kepada pihak yang dirugikannya. Ganti rugi itu timbul karena adanya kesalahan, bukan karena adanya perjanjian. Ganti rugi karena perbuatan melawan hukum ini diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata.
Ganti kerugian yang dapat dituntut oleh kreditur kepada debitur adalah sebagai berikut:
1)   Kerugian yang telah dideritanya, yaitu berupa penggantian biaya-biaya dan kerugian.
2)   Keuntungan yang sedianya akan diperoleh (Pasal 1246 KUH Perdata), ini ditujukan kepada bunga-bunga.
Yang diartikan sebagai biaya-biaya (ongkos-ongkos), yaitu ongkos yang telah dikeluarkan oleh kreditur untuk mengurus objek perjanjian. Sedangkan  bunga-bunga adalah keuntungan yang akan dinikmati oleh kreditur.
4.    Keadaan Memaksa
Ketentuan tentang keadaaan memaksa dapat dilihat dan di baca dalam pasal 1244 KUH Perdata yang berbunyi: “Debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian, dan bunga, bila tak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh suatu hal yang tidak terduga, yang tak dapat dipertanggung jawabkan kepadanya, walaupun tidak ada itikad buruk padanya. “  dan pasal 1245 KUH Perdata berbunyi: “Tidak ada penggantian biaya,kerugian, dan bunga, bila karena keadaan memaksa atau karena hal yang terjadi secara kebetulan, debitur terhalang untuk memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau melakukan sesuatu perbuatan yang terhalang olehnya.
Ada tiga hal yang menyebabkan debitur tidak melakukan penggantian biaya, kerugian dan bunga, yaitu:
a.    Adanya suatu hal yang tak terduga sebelumnya, atau
b.    Terjadinya secara kebetulan, dan atau
c.    Keadaan memaksa.
Yang diartikan dengan keadaan memaksa adalah suatu keadaan di mana debitur tidak dapat melakukan prestasinya kepada kreditur, yang disebabkan adanya kejadian yang berada di luar kekuasaannya. Misalnya karena adanya gempa bumi, banjir, lahar, dan lain-lain.
5.    Risiko
Ajaran tentang risiko yiatu seseorang berkewajiban untuk memikul kerugian, jika ada sesuatu kejadian di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa benda yang menjadi objek perjanjian. Ajaran ini dapat diterapkan pada perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik.
Pengaturan Risiko dalam KUH Perdata
a.    Menurut Pasal 1237 KUH Perdata, dalam hal adanya perikatan untuk memberikan suatu kebendaan tertentu, kebendaan itu semenjak perikatan dilahirkan, adalah atas tanggungan si berpiutang.
b.    Menurut Pasal 1460 KUH Perdata, jika kebendaan yang dipikul itu berupa suatu barang yang sudah ditentukan, maka barang ini sejak saat pembelian adalah atas tanggungan si pembeli, meskipun penyerahannya belum dilakukan, dan si penjual berhak menuntut harganya. Pasal ini mengatur mengenai risiko dalam perjanjian jual-beli.
c.    Menurut Pasal 1545 KUH Perdata, jika suatu barang tertentu yang telah dijanjikan untuk ditukar, musnah di luar salah pemiliknya, maka perjanjian dianggap sebagai gugur, dan siapa yang dari pihaknya telah memnuhi perjanjian, dapat menuntut kembali barang yang ia telah diberikan dalam tukar-menukar. Pasal ini mengatur mengenai risiko dalam perjanjian tukar-menukar.
d.   Menurut Pasal 1553 ayat (1) KUH Perdata, jika selama waktu sewa, barang yang disewakan sama sekali musnah karena suatu kejadian yang tak disengaja, maka perjanjian sewa gugur demi hukum. Pasal ini mengatur mengenai risko dalam risiko perjanjian sewa-menyewa.



D.  Pola Penyelesaian Sengketa Di Bidang Kontrak
Alternative Dispute Resolution (ADR) atau penyelesaian sengketa alternatif ini terdiri dari :
1.    Negosiasi adalah suatu proses berkomunikasi satu sama lain yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan kita ketika pihak lain menguasai yang kita inginkan
2.    Mediasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa dimana para pihak yang bersengketa memanfaatkan bantuan pihak ketiga yang independent untuk bertindak sebagai mediator (penengah) dengan menggunakan berbagai prosedur, teknik, dan keterampilan untuk membantu para pihak dalam menyelesaikan sengketa mereka melalui perundingan. Mediator tidak mempunyai kewenangan untuk membuat keputusan yang mengikat, tetapi para pihaklah yang didorong untuk membuat keputusan. Oleh karena itu bentuk penyelesaiannya adalah akta perdamaian antara para pihak yang berselisih
3.    Konsiliasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa dimana para pihak yang bersengketa memanfaatkan bantuan pihak ketiga yang independent untuk bertindak sebagai konsiliator (penengah) dengan menggunakan berbagai prosedur, teknik, dan keterampilan untuk membantu para pihak dalam menyelesaikan sengketa mereka melalui perundingan. Konsiliator mempunyai kewenangan untuk membuat keputusan yang bersifat anjuran. Oleh karena itu bentuk penyelesaiannya adalah putusan yang bersifat anjuran
4.    Inquiry (Angket) adalah Suatu proses penyelesaian sengketa dengan mengumpulkan fakta-fakta yang merupakan penyebab sengkta, keadaan waktu sengketa, dan jenis sengketa yang terjadi untuk mencapai versi tunggal atas sengketa yang terjadi. Angket ini dilakukan oleh komisi angket yang independent yang anggotanya diangkat oleh para pihak yang bersengketa. Keputusan bersifat rekomendasi yang tidak mengikat para pihak
5.    Arbitrase adalah suatu proses penyelesaian perselisihan yang merupakan bentuk tindakan hukum yang diakui oleh UU dimana salah satu pihak atau lebih menyerahkan sengketanya dengan satu pihak lain atau lebih kepada satu orang arbitrer atau lebih dalam bentuk majelis arbitrer ahli yang professional yang akan bertindak sebagai hakim/peradilan swasta yang akan menerapkan tata cara hukum negara yang berlaku atau menerapkan tata cara hukum perdamaian yang telah disepakati bersama oleh para pihak terdahulu untuk sampai pada putusan yang terakhir dan mengikat
Ada pula dua bentuk alternatif penyelesaian lainnya yang mirip dengan arbitrase, yaitu :
1.    Mini-Trial. Bentuk ini dalam Bahasa Indonesia dapat disebut pula dengan “peradilan mini” yang berguna bagi perusahaan yang bersangkutan dalam sengketa-sengketa besar.
2.    Med-Arb. Bentuk ini merupakan kombinasi antara bentuk mediasi dan arbitrase. Di sini seorang yang netral diberi wewenang untuk mengadakan mediasi. Namun demikian, dia tidak mempunyai wewenang untuk memutus setiap isu yang tidak dapat diselesaikan oleh para pihak.
E.  Berakhirnya Kontrak
Di samping memahami aspek teoritis asas-asas dan syarat sahnya suatu perjanjian, maka yang harus diketahui adalah aspek yang dapat mengakhiri suatu perjanjian. Pasal 1381 KUH Perdata menjelaskan beberapa alasan yang dapat mengakhiri suatu perjanjian, yakni:
1.    Pembayaran.
2.    Penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan.
3.     Pembaharuan utang
4.    Perjumpaan utang atau kompensasi
5.    Percampuran utang
6.    Pembebasan utang
7.    Musnahnya barang yang terutang
8.    Kebatalan atau pembatalan
9.    Berlakunya suatu syarat batal, yang diatur dalam Bab I KUH Perdata
10.     Lewatnya waktu





DAFTAR PUATAKA

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Ikthasar Indonesia Edisi Ketiga, Jakarta : Balai Pustaka. 2005.
Salim MS, Hukum Kontrak, Teori & Tekriik Penyusunan Kontrak, Jakarta  Sinar Grafika, 2006.
Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, Hukum Perikatan, Surabaya: Bina Ilmu, 1978.
Subekti, Hukum Perjanjian, Cet. XVI, Jakarta: Intermasa, 1996.




[1] Subekti, Hukum Perjanjian, Cet. XVI, Jakarta: Intermasa, 1996, hlm. 1.
[2] Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, Hukum Perikatan, Surabaya: Bina Ilmu, 1978, hlm. 84.
[3] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Ikthasar Indonesia Edisi Ketiga, Jakarta : Balai Pustaka. 2005. Hlm. 458.
[4] Salim MS, Hukum Kontrak, Teori & Tekriik Penyusunan Kontrak, Jakarta : Sinar Grafika, 2006. Hlm 9

No comments:

Post a Comment